Senin, 15 November 2010

BANGUNAN PERLINDUNGAN UNTUK LERENG MERAPI?

Letusan besar Gunung Merapi 5 Nopember 2010 lalu telah banyak menelan korban jiwa yang pada umumnya diakibatkan oleh awan panas “wedhus gembel”. Rumah-rumah penduduk tidak mampu lagi dijadikan sebagai tempat berlindung dan sebagian besar hancur karena hembusan awan panas yang konon mencapai kecepatan hingga 300km/jam. Disamping kecepatan tinggi, awan panas juga dapat bertemperatur sekitar 600 derajat celcius. Selain itu, ancaman timbunan material panas juga sering menimpa rumah-rumah yang dekat dengan puncak Merapi.

Cara yang dianggap paling tepat hingga kini untuk selamat dari amukan awan panas ini adalah tentu dengan menghindarinya. Tidak akan ada satupun mahluk hidup yang sanggup bertahan di suhu yang sangat tinggi tersebut bahkan untuk jangka waktu pendek. Ketika erupsi tahun 2006 lalu, bahkan bunker yang dibuat khusus untuk perlindungan terhadap bahaya Merapipun tetap memakan dua relawan yang terjebak atau “berlindung” di dalamnya. Jadi secara teori perlindungan bangunan terhadap awan panas dan longsoran material memang sulit dilakukan.

Namun demikian, bukan berarti tidak ada yang dapat dilakukan berkaitan dengan perlindungan di sekitar bahaya gunung berapi ini. Mengungsi adalah pilihan pertama yang harus dilakukan, akan tetapi bagi mereka yang tidak sempat harus mencari perlindungan agar dapat bertahan. Dan perlindungan tersebut tentu bangunan.

Terdapat tiga aspek utama yang akan dipertimbangkan untuk mendisain bangunan perlindungan penduduk disekitar Merapi yaitu, hembusan angin yang kuat, temperature tinggi, dan beban material volcanic. Untuk menghindari ketiga hal tersebut, strategi yang paling sederhana, namun tidak mudah dilakukan, adalah dengan membuat semacam lubang perlindungan “bunker” di bawah tanah. Bunker relative aman untuk serangan awan panas yang terjadi dalam waktu singkat. Kasus bunker tahun 2006 yang memakan korban jiwa adalah karena bungker tersebut secara langsung ditimbun material yang sangat panas dalam jangka waktu yang lama, sehingga ruangan akan berubah menjadi ‘oven’ bagi korban di dalamnya.

Alternatif kedua adalah dengan membangun bangunan yang kuat menahan angin, suhu dan beban berat tersebut. Dalam hal ini konstruksi beton bertulang sepenuhnya dari dinding hingga atap paling tepat. Material beton bertulang selain akan mampu menerima beban material di atasnya, hembusan angin dan suhu tinggi akan dapat diantisipasi dengan baik. Dalam hal kemampuan menahan radiasi atau konveksi panas, beton lebih baik ketimbang bahan bangunan lain karena therma lag yang tinggi. Kayu dan metal tidak direkomendasikan mengingat material tersebut mudah menghantarkan panas dan tidak tahan suhu tinggi.

Bangunan perlindungan tersebut dibutuhkan untuk setiap kelompok masyarakat atau warga, atau bahkan pada setiap rumah penduduk jika mungkin. Alternatif pertama dan kedua di atas tentu akan mahal dan tidak ekonomis, namun demikian bukan berarti tidak dapat dilaksanakan. Sumber daya pasir yang berlimpah adalah salah satu keuntungan yang telah disediakan oleh alam Merapi. Alam sepertinya memberikan solusinya sendiri, pasir Merapi yang berlimpah dan terkenal baik mutunya tersebut adalah sebagai salah satu jawaban material apa yang paling tepat digunakan di wilayah tersebut. Disamping itu konstruksi beton bertulang bukanlah barang baru buat masyarakat sekitar Merapi. Lagipula, harga sebuah keselamatan akan lebih dari segalanya.

Lalu bagaimana dengan rumah-rumah penduduk? Kita bahas nanti…

Sabtu, 13 November 2010

MENGAPA RUMAH JAWA BANYAK RUNTUH PADA GEMPA 2006 ?


Secara umum faktor penyebab banyaknya kegagalan rumah Jawa dapat dipengaruhi oleh: kedekatan pusat gempa, formasi geologi wilayah setempat, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, dan konstruksi yang tidak sempurna (Idham, N, 2010a et.al)

Pusat Gempa Berada Relatif Sangat Dekat dan Dangkal dengan Objek Rumah Jawa

Menurut sumber USGS, gempa 2006 mempunyai kekuatan 6,2 skala Ritcher dengan pusat gempa pada 7,96° LS, 110,46° BT dengan kedalaman 10 km. Pusat gempa terletak di darat tepatnya di muara Sungai Opak sekitar 20 km dari Yogyakarta dengan kedalaman yang dangkal. Ini berarti bahwa sumber gempa berada di lokasi rumah Jawa berada (Kabupaten Bantul DIY). Posisi epicenter ini sangat berpengaruh terhadap afek yang diakibatkan pada suatu wilayah. Kekuatan gempa dan efeknya terhadap bangunan akan kurang berarti jika pusat gempa jauh dari sumber energi. Beberapa saat setelah gempa bumi tersebut, sebenarnya telah diikuti oleh gempa lain seperti gempa 7,0 SR di selatan Provinsi Jawa Barat pada tanggal 2 September 2009 dengan jarak pusat gempa 195 km dari Jakarta dengan kedalaman 46,2 km atau di lautan Indonesia (USGS 2009a). Gempa tersebut terbukti 'hanya' menyebabkan 57 orang meninggal dunia dan 300 korban luka-luka serta sekitar 10.000 rumah rusak. Gempa ini juga dirasakan dari Yogyakarta dan Jawa Tengah tetapi tidak berpengaruh atau sedikit, jika ada, terhadap bangunan-bangunan di sana. Gempa bumi yang lain juga terjadi pada 13 November dengan kekuatan 5.4 SR 360 km dari Jakarta dengan kedalaman 41 km (USGS 2009b). Gempa terakhir ini sama sekali tidak memakan korban jiwa dan menimbulkan kerusakan bangunan. Berkaitan dengan pengaruh terhadap bangunan, skala MMI lebih berguna dalam mengukur dampak gempa pada karena berdasarkan pengaruh langsung di daerah tersebut. Jika gempa bumi 2006 Jawa telah VIII-IX, sedangkan September 2, 2009 Jawa Barat hanya gempa VI-VII MMI.

Kondisi Geologi dan Pengaruhnya terhadap Bangunan

Alih-alih menyebarkan ke situs sekitarnya dengan cara radial, gempa bumi 2006 Jawa memiliki pengaruh yang berbeda di beberapa wilayah berkaitan dengan kondisi geologi tanah setempat. Tanah lunak relatif mudah meneruskan dan menguatkan gelombang (S wave dan surface wave) dari pusat gempa. Mennurut MAE percepatan puncak horisontal di wilayah tersebut mencapai 0,20 - 0.34g dan pergerakan vertikal diperkirakan 0,18 ~ 0.30g yang dikategorikan sangat tinggi (Elnashai AS, et.al, 2007). Sebagai hasilnya, bangunan yang terletak di dekat garis sungai atau tanah basah akan terpengaruh lebih ketimbang di tempat lain. Dari data gempa 2006, walaupun relatif dekat daerah pusat gempa, Gunung Kidul mendapatkan efek relatif kecil karena tanahnya lebih kaku dari batu kapur. Di lain sisi, daerah yang lebih jauh seperti Kabupaten Klaten terdapat lebih banyak rumah yang runtuh karena terdiri dari sebagian besar tanah pertanian yang basah. Dengan demikian, sebagai konsekuensi dari lahan pertanian yang gembur, Bantul dan Klaten akan lebih terancam dari bencana gempa bumi dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Daerah tanah gembur dan basah membentang dari Bantul ke Klaten ini secara geology dikenal sebagai garis cesar Opak.

Kepadatan Penduduk Sangat Tinggi

Pulau Jawa adalah wilayah berpenduduk terpadat di dunia dengan 979/km². Kabupaten Bantul di mana banyak rumah runtuh di gempa 2006, adalah salah satu di antaranya yang merupakan daerah terpadat di Jawa dengan populasi 831.955 226.777 yang tinggal di rumah di wilayah 506,85 km² atau 1641.4/km² penduduk dan 447,4 rumah di setiap km² (DEPKES 2007). Ketika gempa 2006 menggoncang, 148.440 dari 218.345 rumah (67,9%) di Bantul tidak dapat ditempati lagi atau rusak parah dan runtuh (BAPPENAS 2006).

Struktur Rumah yang Sangat Lemah dan dibangun Tanpa Pertimbangan terhadap Bahaya Gempa

Walaupun rumah Jawa tradisional asli dibangun dengan material kayu, namun pada kenyataannya akhir-akhir ini batubatalah material utama konstruksi bangunan. Menurut Boen (2006), rumah-rumah runtuh dari Jawa 2006 sebagian besar dibangun oleh batu bata baik dengan atau tanpa rangka beton bertulang. Pasangan bata yang lemah merupakan faktor utama penyebab runtuhnya bangunan sedangkan untuk bangunan yang lebih baru dengan rangka beton bertulang; detail hubungan yang tidak benar merupakan aspek paling banyak penyebab kegagalan struktural. Hal ini terutama dikarenakan karena kurangnya pertimbangan bahaya gempa sejak 1943 ketika gempa bumi besar untuk terakhir kalinya, sebelum itu terjadi lagi pada tahun 2006.

Gambar. Perubahan Struktur dan konstruksi Rumah Jawa dari Kayu ke Batubata

Bangunan dengan konstruksi dinding bata telah digunakan secara luas untuk rumah sejak Pulau Jawa diduduki Belanda di awal abad ke-17 hingga masa sekarang (Prijotomo, 1996). Bahkan untuk sebagian besar penduduk Jawa, rumah dinding bata telah digunakan sebagai simbol status sosial keluarga pemilik (Koentjaraningrat, 1984). Sayangnya, konsep baru yang dibawa Belanda yang memang tidak berpengalaman sama sekali terhadap gempa itu, telah diikuti tanpa pertimbangan bahaya gempa. Selanjutnya, keterbatasan ekonomi masyarakat dan kurangnya kesadaran bagaimana pembangunan yang tepat juga telah berkontribusi terhadap penyebab lemahnya konstrukci pembangunan rumah. Konstruksi yang kurang tepat tersebut sayangnya menyebabkan hilangnya begitu banyak nyawa dan materi pada gempa 2006 lalu.

Berdasarkan Paper:


Idham, N, Mohd, M and Numan, I (2010a) ”Why The Javanese Houses Have Failed In The 2006 Earthquake”, in proceeding of the International Conference on Sustainable Built Environment (ICSBE 2010) pp.121-128. Faculty of Civil Engineering and Planning, Islamic University of Indonesia, August 2010.

Jumat, 05 November 2010

MERAPI ITU SEMAKIN TIDAK RAMAH KINI

Saya hanya bisa terdiam dan tidak dapat berbuat apa-apa ketika mendengar Gunung Merapi benar-benar semakin mengganas. 5 November 2010 hari Jum’at dini hari di Turkey atau jam 5 pagi WIB saya mendapat kabar dari istri saya yang masih di Jalan Kaliurang km 13 di Yogya bahwa rumah kami sudah tidak dapat dihuni lagi, lumpur vulkanik di mana-mana memenuhi halaman dan jalan di depan, udara dipenuhi debu dan sangat tercium bau belerang, jarak pandang hampir nol. Istri dan anak-anak harus mau atau tidak terpaksa mengungsi seperti pengungsi lain ke bawah ke tempat yang lebih aman. Saya hanya bisa mendukung mereka dari jauh.

Bencana ini benar-benar di luar perkiraan kami. Merapi yang dulu sangat bersahabat dan bagian dari hidup kami, kini seolah berubah menjadi monster yang mengerikan. Ratusan korban meninggal dan ratusan bahkan ribuan lainnya menderita, ribuan binatang mati, ribuan hektar tanaman kering bagai wilayah tak berpenghuni. Gunung itu seolah bukan lagi dari bagian hidup kami, tetapi berbalik memusuhi dan menyerang kami dengan terang-terangan. Entah, dosa apa yang kami sandang, kesalahan apa yang telah kami perbuat, yang jelas alam kami mulai tidak lagi bersahabat kini.

Di balik bencana ini, kami masih tetap harus bersyukur, masih tetap dalam lindungan Tuhan YME dibanding mereka yang malang tak tertolong lagi. Di situasi seperti ini juga kita benar-benar dapat melihat dengan jelas siapa malaekat penolong yang sebenar-benarnya. Ratusan relawan baik sipil ataupun militer mempertaruhkan nyawanya sendiri menolong para korban baik yang masih hidup atau telah meninggal dihembus awan panas merapi itu. Ya…sudah seharusnya memang, kita ini saling membantu, tanpa harus menunggu otoritas tertentu. Penduduk yang berjumlah besar ini tentu akan dapat menyelesaikan permasalah sebesar apapun jika kita saling membantu, saling bergandengan tangan dengan ikhlas. Sudah waktunya pula kita lepas embel-embel fanatisme organisasi, politik bahkan agama sekalipun demi rasa kemanusiaan yang mungkin selama ini telah lepas dari hati nurani kita sehingga alampun mulai tidak ramah kepada kita.

Minggu, 31 Oktober 2010

APAKAH RUMAH RANGKA BETON PALING AMAN UNTUK RUMAH TAHAN GEMPA (2)

Di tengah kesibukan (dan kejenuhan!) saya menulis thesis S3 saya, saya mencoba kembali mengisi blog ini sekedar agar tidak terabaikan dan mengisi waktu jenuh saya yang memang sedang jauh dari anak istri ini (…ehem). Topik saya kali ini tidak jauh dengan tema thesis yang saya sedang kerjakan, rumah tradisional Jawa dan kaitannya dengan gempa bumi.

STIFFNESS, STRENGTH, dan DUCTILITY

Sebagai akibat gempa bumi Bantul 2006 lalu, banyak bangunan entah itu yang disebut dengan bangunan tradisional atau bangunan modern, sebagian besar hancur luluh lantak diterjang gempa. Segera setelah itu, pemerintah dan ratusan donatur membangun kembali hunian di bantul dan sekitarnya dengan rumah baru melalui program rekonstruksi. Jenis rumah rekonstruksi yang popular dan banyak dibangun ketika itu adalah rumah tembok batubata dengan rangka beton bertulang. Rumah seperti ini dianggap yang paling aman atau paling tepat untuk mengantisipasi gempa kelak kemudian hari. Rumah-rumah sebelumnya, terutama rumah tradisional, banyak dianggap kurang sesuai untuk bangunan tahan gempa. Maka berbondong-bondonglah masyarakat Bantul dan sekitarnya membangun rumah mereka dengan jenis beton bertulang ini yang memang sebelumnya kurang banyak dipakai, terutama masyarakat pedesaan yang dulu masih akrab dengan rumah batubata atau rumah kayu baik ‘gedhek’ atau ‘gebyok’. Kini sudah dapat dipastikan ketika anda berkunjung ke Bantul, rumah tempo doeloe ala rumah Jawa Limasan yang banyak dipakai di Bantul sebelumnya sudah tinggal kenangan.

Sekedar untuk diketahui, bahwa rumah batubata rangka beton memang menjadi salah satu solusi membangun rumah aman terhadap gempa tapi bukanlah yang teraman diantara pilihan yang ada. Mengingat sifat dari rangka beton dinding bata ini mengandalkan prinsip stiffness dan strength tentunya ketimbang ductile. Prinsip bangunan tahan gempa memang seharusnya mencakup tiga hal tersebut. Stiffnes adalah prinsip ketahan bangunan terhadap goncangan sehingga bangunan tidak berubah bentuk, sementara strength adalah prinsip kekuatan bangunan maksimal terhadap gempa sehingga selalu dikaitkan dengan ketahanan menerima beban. Smentara ductile lebih berkaitan dengan daya tahan bangunan untuk berubah bentuk (flexible, plastis), atau menyerap gaya, sesuai beban yang ada. Prinsip stiffness ini lebih aplikable pada bangunan dengan materi berat seperti batu bata dan beton yang sifatnya rigid atau kaku dan tidak fleksible. Sementara ductile lebih cocok kalau menggunakan material seperti kayu dan baja.

Sayangnya, prinsip bangunan yang mengutamakan stifness hanya cocok diaplikasikan untuk daearah yang mempunyai resiko gempa kecil mengingat daya tahan terhadap guncangan akan relative rendah. Hal ini diperparah dengan beban bangunan yang tinggi jika menggunakan material seperti batu bata dan beton bertulang. Beban yang tinggi disamping plastisitasnya relative rendah juga rentan terhadap bahaya guling karena gaya lateral atau horizontal akibat gempa. Ini juga sangat berbahaya jika digunakan sebagai bangunan hunian jika runtuhan elemen akan menimpa penghuni dibawahnya relative lebih ‘mematikan’ ketimbang material ringan seperti kayu. Apalgi jika kualitas pelaksanaan juga rendah, maka resiko terhadap gempa akan sangat tinggi.

Hal inilah yang mengusik pikiran saya selama ini. Rumah-rumah baru di Bantul telah dibangun sepernuhnya dengan menggunakan batu bata dan beton bertulang. Terlepas apakah pelaksanaannya benar atau belum, penggunaan jenis material ini memang masih menghawatirkan untuk daerah rawan gempa seperti di Bantul. Rumah-rumah dengan prinsip ductile yang tinggi mestinya lebih aman dan lebih ditekankan ketimbang beton bertulang yang lebih rigid dan brittle ini. Walaupun sementara pendapat mengatakan akan sangat mahal jika menggunakan kayu, tapi beton bertulang apakah juga bukan bahan bangunan yang mahal saat ini? Dan mungkin jangan dilupakan, potensi penggunaan kayu local seperti glugu ataupun bamboo juga masih dapat ditingkatkan. Dan satu lagi, dengan membangun rumah-rumah berbahan dasar kayu kita juga akan kembali melestarikan rumah tradisioal jawa yang sebelumnya banyak dipakai (nanti akan kita bahas mengapa rumah tradisioal banyak runtuh di gempa 2006 di Jawa).

ADA APA KETIKA GUNUNG GUNUNG BERAPI MULAI AKTIF?

Sebagai Negara yang berada di wilayah seismic aktif “ring of fire” sudah sewajarnya aktifitas seismic seperti gempa dan gunung berapi selalu ‘akrab’ dengan kehidupan bangsa Indonesia. Kedua lingkar tectonic Eurasia di selatan kepulauan Indonesia (tepatnya barat Pulau Sumatra dan Selatan Pulau Jawa ) dan Pacific Ridge di Timur Laut kita itu terkenal sebagai jalur tectonic yang paling aktif di deunia. Dara beberapa literature diketahui bahwa gempa dan aktifitas gunung berapi saling berkaitan erat. Hal ini terbukti jelas di tahun 2006 ketika aktifitas gunung-gunung berapi termasuk Merapi ketika itu menggeliat bersamaan dengan gempa di Jawa 27 Mei 2006 Yogyakarta atau 17 Juli 2006 di pantai selatan Pangandaran sehingga menghasilkan tsunami. Bahkan ketika gempa 27 Mei 2007 terjadi di Yogya, banyak penduduk mengira getaran itu adalah Merapi, karena gunung itu sudah batuk-batuk beberapa waktu sebelumnya di utara Yogya. Tetapi justeru gempalah yang ‘menyerang’ dari selatan Yogya sehingga menelan banyak korban dan kerugian material yang besar ketika itu.

Kekhawatiran saya saat ini adalah bahwa kondisi alam hampir menyerupai kondisi tahun 2006. Saat tulisan ini saya ketik, menurut laporan BMG ada sekitar 21 gunung yang beraktifitas dari sekitar 300-an gunung api yang ada di Indonesia.

Dari 21 gunung itu, 2 gunung tetap berstatus siaga, yaitu Gunung Ibu di Maluku Utara dan Gunung Karangetang, Sulawesi Utara.

19 Gunung yang berstatus waspada adalah:
1. Gunung Seulawah (Aceh)
2. Gunung Sinabung (Karo, Sumut)
3. Gunung Talang (Solok, Sumbar)
4. Gunung Kaba (Bengkulu)
5. Gunung Kerinci (Jambi)
6. Gunung Anak Krakatau (Lampung)
7. Gunung Papandayan (Garut, Jabar)
8. Gunung Slamet (Jateng)
9. Gunung Bromo (Jatim)
10. Gunung Semeru (Lumajang, Jatim)
11. Gunung Batur (Bali)
12. Gunung Rinjani (Lombok, NTB)
13. Gunung Sangeang Api (Bima, NTB)
14. Gunung Rokatenda (Flores, NTT)
15. Gunung Egon (Sikka, NTT)
16. Gunung Soputan (Minahasa Selatan, Sulut)
17. Gunung Lokon (Tomohon, Sulut)
18. Gunung Gamalama (Ternate, Maluku Utara)
19. Gunung Dukono (Halmahera Utara, Maluku Utara)

Sementara Gempa besar 7.2 M telah terjadi disertai Tsunami di kepulauan Mentawai adalah efek dari salah satu bangkitnya aktifitas tektonik Eurasia tersebut dan sangat berkaitan satu dengan yang lainnya. Gunung Talang di Sumatra Barat dalam hal ini paling berhubungan dengan gempa Mentawai, satu hal yang hampir mirip dengan Yogyakarta 2006 dengan Merapi dan gempa di Bantul. Menurut catatan gempa tahun 1981 yang terjadi di Yogya, Merapi juga sedang aktif2nya dengan puncak letusan pada 15 Juni 1984.


Gambar hubungan geology antara gempa sebagai akibat pergeseran pelat bumi dan aktifitas gunung berapi

Walau ini sering dibantah oleh BMG / ESDM sendiri dan harus dibuktikan dengan catatan2 yang lain, kita pantas berhati-hati dan waspada. Saya tidak bermaksud menghubung-hubungkan kondisi ini dengan bencana. Siapa tahu hal-hal yang tidak kita duga mungkin terjadi. Semoga letusan Merapi Sabtu 30 Oktober dini hari lalu adalah yang terakhir kalinya dan tidak diikuti gempa yang dapat menimbulkan bencana. Mari kita tetap berdoa dan berusaha agar bencana tidak datang terus menerus di negeri ini.

UPDATE!
9 November 2010
Setelah letusan dahsyat merapi Jumat dinihari 5 November 2010 lalu hari ini sudah disusul gempa di selatan Bantul 5.6 skala Ritcher. Sebelumnya juga terjadi di selatan Wonosari dengan 4 SR. Berdasarkan informasi yang diterima dari BMKG Yogyakarta, gempa terjadi pada 8,98 Lintang Selatan (LS) dan 110,08 Bujur Timur (BT) pada 125 km sebelah barat daya Kabupaten Bantul, DIY di kedalaman 10 km yang berlokasi di laut.
Walau terasa tidak begitu besar di Yogyakarta, namun sempat dirasakan pula di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dan yang paling penting gempa tersebut tidak merusak. Semoga itulah gempa yang saya khawatirkan tersebut. Dengan sudah terjadinya gempa di selatan Merapi, saya berharap semoga gempa tidak akan muncul lagi. Amin

Sabtu, 17 April 2010

KEMBALI MELONGOK SALAH SATU SUDUT ISTANBUL (2) : Wisata Kuliner

Saya merasa beruntung dapat mencicipi beberapa masakan Turki ketika saya berkunjung ke sana. Terimakasih saya sampaikan kepada Prof. Ibrahim yang selalu mengajak saya untuk mencoba menu-menu khas Turki. Saya sangat-sangat beruntung mempunyai professor yang sudah seperti ayah saya sendiri itu (dengan arti yang sebenar-benar seorang ayah: saya selalu ditraktir…hehe…:)). Yang saya tulis di sini hanyalah sebagian kecil saja dari yang beliau ajak ke saya, karena yang lain lupa motretnya. Saya jadi sedikit sungkan…harus dengan apa semua ini kubalas?? Hehe…trims prof…!

Kebap Iskender yang yummy dengan siraman butter special

Baiklah, makanan pertama yang saya ingin ceritakan adalah Kebap! Tentu semua orang juga tahu kalau ini makanan sudah identik dengan Turkey. Yang ingin saya sampaikan kali ini adalah yang paling istimewa: Kebap Iskender Haci Ali. Beberapa tahun saya di Turkey dan Cyprus, terus terang baru kali ini saya mencicipi kebap yang tasty…dagingnya empuk, gurih, tidak kering disiram butter istimewa Turkey…pokoknya mak nyusss kata bang Bondan…hehe. Istimewanya lagi saya makan dengan keluarga besar professor saya itu di Istanbul.


Kedua guests saya sedang menikmati kuliner Istanbul

Yang kedua, maaf ya, foto lengkap masakannya sudah keburu dimakan…harap maklum keburu laper..hehe. Makanan yang ini enak juga…masakannya campur ala timur tengah bener. Ada nasi campur kambing atau nasi kebuli. Itu yang saya pilih campur soup kacang polong besar. Rasanya mantab…. Pak Ruzardi temen makan saya waktu itu lebih pilih masakan yang deket-deket masakan Padang…soalnya sudah hampir seminggu selama di Cyprus dan Turkey beliau sudah kangen masakan kampung halamannya itu. Sebagai korbannya nasi pedas (walau gak cukup pedas sih…) dan daging berkuah mirip opor padang beliau pilih. Sudah cukuplah sementara dendam ke masakan kampung halaman…walau rasanya jauh banget…hehe. Lain lagi dengan Bu Tutik…sebagai orang Jawa masakan yang agak asin-asin pedes beliau suka. Semacam Kari ayam dan gorengan terong jadi pilihan. Kami saling mencicipi dan berbagi jadi tau semua rasanya hehe. Restoran makanan ini tepat di depan Grand Bazaar di Beyazit Istanbul.

Italian Spaghetti model sea food

Selanjutnya masakan bukan khas Turkey sih, tapi ini masakan negeri asal Valentino Rossi Italia; Spaghetti-ala sea food. Ini sih saya dapatkan di Cyprus bukan di Turkey. Makanan ini sekali lagi hasil traktiran professor saya yang sangat baik itu. Karena beliau tahu saya suka masakan sea food, suatu sore setelah menyelesaikan kuliah studio, saya diajak meluncur untuk mencari sesuatu berbau ikan..hehe…Setelah cari masakan yang bener-bener sea food gak ketemu, gak tahu kenapa, lagi pada tutup. Akhirnya kami ke restoran Italy, dapatlah makanan di bawah ini. Rasanya sih lumayan buat lidah saya yang njawani ini….hehe. Trims prof…!
Makanan 'biasa' model Turkey dan Cyprus

Makanan berikut adalah makan yang ‘biasa’ dan sering saya konsumsi baik di Turkey atau di Cyprus. Olahan gabungan antara daging, ayam, kentang, campur salad adalah menu biasa paket yang biasanya buat makan siang. Banyak sih variasinya, tapi menurut saya rasanya hampir sama; agak-agak asin campur asam…yang menurut lidah Jawa saya kurang tasty…kurang bumbu gitu loh! Hehe…
Sebagai jalan keluarnya kadang saya cari masakan 'internasional' semacam pizza gitulah. Tapi pizza model Turkey agak dikit beda, buah zaitun (olive) jadi assesorry utama pilihan orang sana. Walau kedengaran di telinga kita buah zaitun ini begitu 'anggun' dan nikmat...tapi begitu kita mencobanya...akan surprise deh rasanya...haha

Pizza ala Turkey, campur olive...hehe

Beda lagi pas buat sarapan. Orang Turkey (atau Eropa pada umumnya) mempunyai menu yang sangat berbeda antara buat sarapan dan makan siang. Jika buat luch atau dinner, masakan yang berat berlemak mudah kita temukan, buat sarapan, makanan ‘sangat sehat’ dengan berbagai hijau-hijauan campur kacang, selada, madu, keju, butter, mentimun, dan yang paling khas buah zaitun…menjadi menu utama. Munkin ini cara mereka menyeimbangkan menu fatty dan menu healthy…hehe.

Menu Sarapan (sorry foto saya ketlingsut, foto: http://www.dawnwestlake.com/)
Makanan berikut juga menarik: menu buka puasa! Menariknya lagi…selama sebulan penuh menu ini gratis-tis…lumayan buat kantong mahasiswa seperti saya…hehe. Pada intinya menu-menu yang dihidangkan hampir sama tiap harinya, cuma variasi bahannya sedikit beda, kadang bahan dasar ayam, kadang daging dengan campuran kentang dalam kuah kental soup. Roti-roti besar nan berbobot selalu menjadi teman setia menu paket buka puasa ini yang menurut saya sebagai orang dengan perut Indonesia sangat-sangat berlebihan kuantitasnya. Rasanya sih relative menurut lidah saya…maklum mungkin dengan alasan dimasak dengan kuantitas besar…kualitasnya jadi sedikit menurun.


Paket buka puasa gratis...

So itulah sekelumit sharing kuliner saya selama di Cyprus dan Turkey. Mumpung saya sempat menulis…dari pada foto2 itu hanya nganggur di laptop saya..hehe.

Jumat, 16 April 2010

MELONGOK KEMBALI SALAH SATU SUDUT ISTANBUL: Mesjid Suleymani dan Mesjid Rustam Pasha

Baru-baru ini saya berkesempatan keluyuran sekali lagi ke Istanbul Turkey. Kunjungan ini bermula berkat undangan Dr. Ruzardi dan Ibu Hastuti untuk jadi guide mereka cuci mata di Istanbul, setelah mereka menyelesaikan kunjungan kerja dari UII (Universitas Islam Indonesia) ke EMU (Eastern Mediterranean University) North Cyprus, universitas tempat saya belajar kini.

Setelah menunggu beberapa lama di Attaturk Airport terminal di Istanbul, akhirnya kami menuju hotel tempat kami menginap dengan melalui Metro Tram Istanbul di daerah kota lama Istanbul di kawasan Beyazit. Di sekitar inilah tempat2 penting Istanbul lama berada, antara lain yang terkenal adalah Istana Topkapi, Mesjid Biru Sultan Ahmed, Mesjid Suleymani, Grand Bazaar, dan sebagainya. Juga beberapa peninggalan penting sebelum era Kesultanan Ustmaniah (Ottoman) seperti Hagia Shopia, Kolom Konstantin, dsb sebagai symbol-symbol kejayaan Konstatinopel sebelum menjadi Istanbul pada abad pertengahan.

Saya tidak akan banyak membahas tempat2 yang sudah umum terkenal di Istanbul tersebut kali ini, namun ada dua mesjid yang menarik perhatian saya yaitu Masjid Suleymani dan Mesjid Rustam Pasha:


Tram di kawasan Kota Lama Istanbul (photo: Ummit Tuncay)

MESJID SULEYMANI

Mesjid Suleymani adalah mesjid terbesar kedua dan sangat penting bagi Kesultanan Utsmani. Mungkin kedengaran sedikit tidak seterkenal dengan Mesjid Sultan Ahmed atau yang biasa dikenal dengan Blue Mosque yang terletak berderetan dengan Hagia Shopia (Aya Sofia) dan Istana Topkapi. Letak Mesjid Suleyman berada di bukit di tengah-tengah semenanjung Istanbul yang sekaligus di tempat paling tinggi di area ini. Secara arsitektural, mesjid ini sangat penting yang mengilhami mesjid-mesjid yang lain termasuk Sultan Ahmed di sekitar area ini. Mesjid ini dibangun oleh Sultan Suleyman I dan merupakan karya arsitek terkenal Mimar Sinan yang dibangun sekitar 1550-1558 M. Menurut sejarah, keberadaan mesjid Suleymani ini sebagai jawaban Sultan Suleyman ketika itu atas Hagia Shopia yang sebenarnya dibangun oleh bangsa Byzantine yang sesungguhnya merupakan gereja. Mesjid ini juga sekaligus dibuat untuk menunjukan kebesaran Sultan Suleyman I sebagai penerus Nabi Suleyman dan menyebut dirinya the Second Solomon atas Nabi Suleyman yang terkenal dengan Dome of the Rock-nya di Israel kini.

Mesjid ini pernah runtuh sebagian kubahnya akibat gempa tahun 1766 di Istanbul yang sayangnya merusak sebagian dekorasi utama masjid. Sayang ketika saya di sana juga baru diadakan renovasi sehingga saya tidak berkesampatan masuk ke dalamnya. Namun saya cukup terhibur dapat mengunjungi makam Sultan Suleyman sebagai tokoh penyebar Islam utama dan salah satu sultan terpenting di Dinasty Ustmaniah .

Mesjid Suleymani dengan Latar Depan Jembatan Galata (Ingat Galata Saray kan? itu deket sini) dari Arah Perairan Golden Horn

Salah Stau gerbang Mesjid Suleymani

Jalan Depan Mesjid Suleymani

Mesjid Suleymani yang Baru di Renovasi

Makam Sultan Suleyman

Interior Makam Sultan Suleyman dan Kerabatnya

MESJID RUSTAM PASHA

Diantara sekian banyak peninggalan itu, ada satu mesjid yang tidak begitu besar namun sangat bernilai karena mempunyai peninggalan keramik dari era Kesultanan Ustmani yang menggunakan keramik Iznik (periode 1555-1620)di seluruh dindingnya yang tidak akan dijumpai di mesjid-mesjid lainnya di Istanbul. Mesjid ini adalah Mesjid Rustam Pasha. Mesjid ini juga merupakan karya Mimar Sinan yang dibangun sekitar 1561-1563 atas perintah Sultan Suleyman yang didedikasikan untuk Sultan Rustam Pasha, menantu dari Sultan. Saking berharganya keramik2 itu, mesjid dijaga 24 jam penuh oleh fihak keamanan Turky untuk menghindari pencurian yang dahulu marak dilakukan untuk dijual ke koleksi barang antic di pasar gelap Eropa.
Bagian Serambi dan Interior Mesjid Rustam Pasha

Mihrab Mesjid Rustam Pasha yang Penuh dengan Keramik Antik

Bagian Atas Interior Masjid


Minggu, 28 Februari 2010

RANGKAIAN GEMPA ITU LOMPAT KE AMERIKA

Sebulan setelah gempa menyerang Haiti di awal Januari lalu, kini di akhir February 2010 gempa dahsyat kembali menyerang Amerika selatan tepatnya di Chile dengan kekuatan 8.8 sekala Ritcher. Jika pada tulisan sebelumnya saya memaparkan data bahwa gempa besar selalu terjadi di setiap tahun di dua puluh tahun terakhir, tampaknya dua gempa besar Haiti dan Chile sedikit merubah fakta itu. Hanya dalam kurun waktu satu bulanan, gempa besar kembali terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas gempa besar semakin tinggi, mungkin bukan setiap tahun sekali tapi sebulan sekali. Atau paling tidak lebih dari dua kali dalam setahun, mengingat masih terdapat 10 bulan lagi di tahun macan 2010 ini.

Rangkaian gempa Chile 8.8 SR (Google Earth)

Dilihat dari kejadian yang beruntun dalam waktu dekat di Amerika (selatan) tersebut, saya sedikit berpikir bahwa kini giliran Amerika akan banyak mendapatkan gempa. Dalam artian, pelat-pelat yang berada di sekitar Amerika termasuk pelat Pasific, pelat Nazca, pelat Amerika Selatan, pelat Caribia, dan pelat Amerika Utara sendiri. Jika kita lihat pada peta, gempa Chile terjadi akibat pelepasan energy akibat tumbukan pelat Nazca (dan juga Cocos) dan pelat Amerika selatan. Kedua garis benua ini bertemu sangat dekat dengan Negara-negara Amerika selatan sisi barat seperti Chile, Peru, Equador, Columbia, Panama, Costa Rica, Nicaragua, Guatemala, sampai Mexico dan Amerika Serikat. Bagian yang lain yang mulai aktif adalah pelat Caribia dengan terjadinya gempa Haiti kemarin.
Sesar-sesar aktif dunia (Chile dan Amerika Latin lainnya sangat dekat dengan sesar-sesar aktif) 

Beruntunya gempa di Amerika ini tentu berkaitan dengan pergesaran pelat-pelat dunia yang lain karena pelat-pelat itu saling berhubungan satu sama lain. Ibarat permainan puzzel, menggeser satu tempat akan mengakibatkan kekosongan di tempat lain. Nah, puzzel ini sekarang baru bermain di Amerika. Apakah belahan dunia yang lain relative akan aman dari gempa besar? Wallahualam bis showab…

Kamis, 21 Januari 2010

GANESHA CANDI DI UII MEMANG SUDAH DITULISKAN UNTUK UII

Saya dengan tidak sengaja menemukan satu keanehan tersendiri ketika memandangi arca Ganesha yang belum lama ini ditemukan di Universitas Islam Indonesia UII (Islamic University of Indonesia IUI)Yogyakarta. Apa yang saya pikir ini memang sama sekali tidak ilmiah, tapi cukup membuat penasaran pada lambang seperti huruf akibat pahatan rambut di kepala Ganesha. Memang secara keseluruhan huruf yang saya maksud adalah bagian dari ukiran rambut arca ganesha tersebut, tapi secara terpisah huruf tersebut membentuk UUIUUIUUI. Lalu saya mulai menghayal dengan menghubungkannya dengan UII atau IUI. Saya tidak tahu apakah ini kebetulan atau memang sudah dipikirkan oleh para ‘wasis’ nenek moyang bahwa candi ini nantinya tempat UII berada di masa depan (yaitu sekarang)?

Gambar Ganesha dengan hiasan rambut UII atau IUI

Minggu, 17 Januari 2010

ARSITEKTUR INDONESIA? (Indonesian Architecture?)

Asitektur Indonesia terdiri dari klasik-tradisional, vernakular dan bangunan baru kontemporer. Arsitektur klasik-tradisional adalah bangunan yang dibangun oleh zaman kuno. Arsitektur vernakular juga bentuk lain dari arsitektur tradisional, terutama bangunan rumah hunian, dengan beberapa penyesuaian membangun oleh beberapa generasi ke generasi. Arsitektur Baru atau kontemporer lebih banyak menggunakan materi dan teknik konstruksi baru dan menerima pengaruh dari masa kolonial Belanda ke era pasca kemerdekaan. Pengenalan semen dan bahan-bahan modern lainnya dan pembangunan dengan pertumbuhan yang cepat telah menghasilkan hasil yang beragam.

Arsitektur Klasik Indonesia
Ciri khas arsitektur klasik Indonesia dapat dilihat paada bangunan candi dengan struktur menaranya. Candi Buddha dan Hindu dibangun dari batu, yang dibangun di atas tanah dengan cirikhas piramida dan dihiasi dengan relief. Secara simbolis, bangunan adalah sebagai representasi dari Gunung Meru yang legendaris, yang dalam mitologi Hindu-Buddha diidentifikasi sebagai kediaman para dewa. Candi Buddha Borobudur yang terkenal dari abad ke-9 dan Candi Prambanan bagi umat Hindu di Jawa Tengah juga dipenuhi dengan gagasan makro kosmos yang direpresentasiken dengan sebuah gunung. Di Asia Timur, walau dipengaruhi oleh budaya India, namun arsitektur Indonesia (nusantara) lebih mengedapankan elemen-elemen masyarakat lokal, dan lebih tepatnya dengan budaya petani.

Budaya Hindu paling tidak 10 abad telah mempengaruhi kebudayaan Indonesia sebelum pengaruh Islam datang. Peninggalan arsitektur klasik (Hindu-Buddha) di Indonesia sangat terbatas untuk beberapa puluhan candi kecuali Pulau Bali yang masih banyak karena faktor agama penduduk setempat.

Arsitektur vernakular di Indonesia
Arsitektur tradisional dan vernakular di Indonesia berasal dari dua sumber. Pertama adalah dari tradisi Hindu besar dibawa ke Indonesia dari India melalui Jawa. Yang kedua adalah arsitektur pribumi asli. Rumah-rumah vernakular yang kebanyakan ditemukan di daerah pedesaan dibangun dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti atap ilalang, bambu, anyaman bambu, kayu kelapa, dan batu. Bangunan adalah penyesuain sepenuhnya selaras dengan lingkungan sekitar. Rumah-rumah di pedalaman di Indonesia masih banyak yang menggunakan bambu, namun dengan seiring dengan proses modernisasi, bangunan-bangunan bambu ini sedikit demi sedikit diganti dengan bangunan dinding bata.


Arsitektur tradisional di Indonesia

Bangunan vernakular yang tertua di Indonesia saat ini tidak lebih dari sekitar 150 tahun usianya. Namun dari relief di dinding abad ke-9 di candi Borobudur di Jawa Tengah mengungkapkan bahwa ada hubungan erat dengan arsitektur rumah vernakular kontemporer yang ada saat ini. Arsitektur vernakular Indonesia juga mirip dengan yang dapat ditemukan di seluruh pulau-pulau di Asia Tenggara. Karakteristik utamanya adalah dengan digunakannya lantai yang ditinggikan (kecuali di Jawa), atap dengan kemiringan tinggi menyerupai pelana dan penggunaan material dari kayu dan bahan organik tahan lama lainnya.

Pengaruh Islam dalam Arsitektur
Budaya Islam di Indonesia dimulai pada tahun 13 Masehi ketika di Sumatra bagian utara muncul kerajaan Islam Pasai di 1292. Dua setengah abad kemudian bersama-sama juga dengan orang-orang Eropa, Islam datang ke Jawa. Islam tidak menyebar ke kawasan Indonesia oleh kekuatan politik seperti di India atau Turki namun lebih melalui penyebaran budaya. Budaya Islam pada arsitektur Indonesia dapat dijumpai di masjid-masjid, istana, dan bangunan makam.

Menurunnya kekuatan kerajaan Hindu Majapahit di Jawa menandai bergantinya periode sejarah di Jawa. Kebudayaan Majapahit tersebut meninggalkan kebesarannya dengan dengan serangkaian candi-candi monumental sampai abad keempat belas. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa "Zaman Klasik" di Jawa ini kemudian diganti dengan zaman "biadab" dan juga bukanlah awal dari "Abad Kegelapan". Selanjutnya kerajaan-kerajaan Islam melanjutkan budaya lama Majapahit yang mereka adopsi secara jenius. "New Era" selanjutnya menghasilkan ikon penting seperti masjid-masjid di Demak, Kudus dan Banten pada abad keenam belas. Juga dengan situs makam Imogiri dan istana-istana Yogyakarta dan Surakarta pada abad kedelapan belas. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Islam tidak memperkenalkan bentuk-bentuk fisik baru dan ajaran-ajarannyapun diajarkan lebih dalam cara-cara mistis oleh para sufi, atau dengan kata lain melalui sinkretisme, sayangnya hal inilah yang mempengaruhi ‘gagal’nya Islam sebagai sebuah sistem baru yang benar-benar tidak menghapuskan warisan Hindu ( lihat Prijotomo, 1988).


Masjid Kudus dengan Gaya Hindu untuk Drum Tower dan Gerbang

Penyebaran Islam secara bertahap di kawasan Indonesia dari abad ke-12 dan seterusnya dengan memperkenalkan serangkaian penting pengaruh arsitektur. Namun, perubahan dari gaya lama ke baru yang lebih bersifat ideologis baru kemudian teknologi. Kedatangan Islam tidak mengarah pada pengenalan bangunan yang sama sekali baru, melainkan melihat dan menyesuaikan bentuk-bentuk arsitektur yang ada, yang diciptakan kembali atau ditafsirkan kembali sesuai persyaratan dalam Islam. Menara Kudus, di Jawa Tengah, adalah contoh dalam kasus ini. Bangunan ini sangat mirip dengan candi dari abad ke-14 di era kerajaan Majapahit, menara ini diadaptasi untuk kepentingan yang lebih baru dibangun masjid setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Demikian pula, masjid-masjid di awal perkembangan Islam di Indonesia murni terinspirasi dari tradisi bangunan local yang ada di Jawa, dan tempat lain di Nusantara, dengan empat kolom utama yang mendukung atap tengahnya. Dalam kedua budaya ini empat kolom utama atau Saka Guru mempunyai makna simbolis.

Gaya Belanda dan Hindia Belanda
Pengaruh Barat di mulai jauh sebelum tahun 1509 ketika Marco Polo dari Venesia melintasi Nusantara di 1292 untuk kegiatan perdagangan. Sejak itu orang-orang Eropa berusaha untuk merebut kendali atas perdagangan rempah-rempah yang sangat menguntungkan. Portugis dan Spanyol, dan kemudian Belanda, memperkenalkan arsitektur mereka sendiri dengan cara awal tetap menggunakan berbagai elemen arsitektur Eropa, namun kemudian dapat beradaptasi dengan tradisi arsitektur lokal. Namun proses ini bukanlah sekadar satu arah: Belanda kemudian mengadopsi unsur-unsur arsitektur pribumi untuk menciptakan bentuk yang unik yang dikenal sebagai arsitektur kolonial Hindia Belanda. Belanda juga sadar dengan mengadopsi arsitektur dan budaya setempat kedalam arsitektur tropis baru mereka dengan menerapkan bentuk-bentuk tradisional ke dalam cara-cara modern termasuk bahan bangunan dan teknik konstruksi.


Gereja Blenduk dan Lawang Sewu bangunan, contoh dari arsitektur Belanda (sumber; www.baligamelan.com)

Bangunan kolonial di Indonesia, terutama periode Belanda yang sangat panjang 1602 - 1945 ini sangat menarik untuk menjelajahi bagaimana silang budaya antara barat dan timur dalam bentuk bangunan, dan juga bagaimana Belanda mengembangkan aklimatisasi bangunan di daerah tropis. Menurut Sumalyo (1993), arsitektur kolonial Belanda di Indonesia adalah fenomena budaya unik yang pernah ditemukan di tempat lain maupun di tanah air mereka sendiri. Bangunan-bangunan tesebut adalah hasil dari budaya campuran kolonial dan budaya di Indonesia.

Perbedaan konsep Barat dan Indonesia ke dalam arsitektur adalah terletak pada korelasi antara bangunan dan manusianya. Arsitektur Barat adalah suatu totalitas konstruksi, sementara itu di Timur lebih bersifat subjektif, yang lebih memilih penampilan luar terutama façade depan. Kondisi alam antara sub-tropis Belanda dan tropis basah Indonesia juga merupakan pertimbangan utama bangunan Belanda di Indonesia.

Sebenarnya, Belanda tidak langsung menemukan bentuk yang tepat untuk bangunan mereka di awal perkembangannya di Indonesia. Selama awal kolonisasi Eropa awal abad 18, jenis bangunan empat musim secara langsung dicangkokkan Belanda ke iklim tropis Indonesia. Fasade datar tanpa beranda, jendela besar, atap dengan ventilasi kecil yang biasa terlihat di bagian tertua kota bertembok Belanda, juga digunakan seperti di Batavia lama (Widodo, J. dan YC. Wong 2002).

Menurut Sumintardja, (1978) VOC telah memilih Pulau Jawa sebagai pusat kegiatan perdagangan mereka dan bangunan pertama dibangun di Batavia sebagai benteng Batavia. Di dalam benteng, dibangun rumah untuk koloni, memiliki bentuk yang sederhana seperti rumah asli di awal tapi belakangan diganti dengan rumah gaya Barat (untuk kepentingan politis). Dinding batu bata rumah, mereka mengimpor bahan langsung dari Belanda dan juga dengan atap genteng dan interior furniture. Rumah-rumah yang menjadi tradisi pertama rumah-rumah tanpa halaman, dengan bentukan memanjang seperti di Belanda sendiri. Rumah-rumah ini ada dua lantai, sempit di façade tapi lebar dalam. Rumah tipe ini selanjutnya banyak digunakan oleh orang-orang cina setelah orang Belanda beralih dengan rumah-rumah besar dengan halaman luas. Rumah-rumah ini disebut sebagai bentuk landhuizen atau rumah tanpa beranda dalam periode awal, setelah mendapat aklimatisasi dengan iklim setempat, rumah-rumah ini dilengkapi dengan beranda depan yang besar seperti di aula pendapa pada bangunan vernakular Jawa.

Pada awalnya, rumah-rumah ini dibangun dengan dua lantai, setelah mengalami gempa dan juga untuk tujuan efisiensi, kemudian rumah-rumah ini dibangun hanya dalam satu lantai saja. Tetapi setelah harga tanah menjadi meningkat, rumah-rumah itu kembali dibangun dengan dua lantai lagi.

Penentuan desain arsitektur menjadi lebih formal dan ditingkatkan setelah pembentukan profesi Arsitek pertama di bawah Dinas Pekerjaan Umum (BOW) pada 1814-1930. Sekitar tahun 1920-an 1930-an, perdebatan tentang masalah identitas Indonesia dan karakter tropis sangat intensif, tidak hanya di kalangan akademis tetapi juga dalam praktek. Beberapa arsitek Belanda, seperti Thomas Karsten, Maclaine Pont, Thomas Nix, CP Wolf Schoemaker, dan banyak lainnya, terlibat dalam wacana sangat produktif baik dalam akademik dan praksis. Bagian yang paling menarik dalam perkembangan Arsitektur modern di Indonesia adalah periode sekitar 1930-an, ketika beberapa arsitek Belanda dan akademisi mengembangkan sebuah wacana baru yang dikenal sebagai "Indisch-Tropisch" yaitu gaya arsitektur dan urbanisme di Indonesia yang dipengaruhi Belanda

Tipologi dari arsitektur kolonial Belanda; hampir bangunan besar luar koridor yang memiliki fungsi ganda sebagai ruang perantara dan penyangga dari sinar matahari langsung dan lebih besar atap dengan kemiringan yang lebih tinggi dan kadang-kadang dibangun oleh dua lapis dengan ruang yang digunakan untuk ventilasi panas udara.

Arsitek-arsitek Belanda mempunyai pendekatan yang baik berkaitan dengan alam di mana bangunan ditempatkan. Kesadaran mereka dapat dilihat dari unsur konstruksi orang yang sangat sadar dengan alam. Dalam Sumalyo (1993,): Karsten pada tahun 1936 dilaporkan dalam artikel: "Semarangse kantoorgebouwen" atau Dua Office Building di Semarang Jawa Tengah:

1. Pada semua lantai pertama dan kedua, ditempatkan pintu, jendela, dan ventilasi yang lebar diantara dia rentang dua kolom. Ruangan untuk tiap lantai sangat tinggi; 5, 25 m di lantai pertama dan 5 m untuk lantai dua. Ruangan yang lebih tinggi, jendela dan ventilasi menjadi sistem yang baik untuk memungkinkan sirkulasi udara di atap, ada lubang ventilasi di dinding atas (di atas jendela)

2. Disamping lebar ruang yang lebih tinggi, koridor terbuka di sisi Barat dan Timur meliputi ruang utama dari sinar matahari langsung.

Ketika awal urbanisasi terjadi di Batavia (Jakarta), ada begitu banyak orang membangun vila mewah di sekitar kota. Gaya arsitekturnya yang klasik tapi beradaptasi dengan alam ditandai dengan banyak ventilasi, jendela dan koridor terbuka banyak dipakai sebagai pelindung dari sinar matahari langsung. Di Bandung, Villa Isolla adalah salah satu contoh arsitektur yang baik ini (oleh Schoemaker1933)


Villa Isolla, salah satu karya arsitektur Belanda di Indonesia (sumber: Prijotomo, 1996)

Arsitektur Kontemporer Indonesia
Setelah kemerdekaan pada tahun 1945, bangunan modern mengambil alih Indonesia. Kondisi ini berlanjut ke tahun 1970-an dan 1980-an ketika pertumbuhan eknomi yang cepat Indonesia yang mengarah pada program-program pembangunan besar-besaran di setiap sector mulai dari skema rumah murah, pabrik-pabrik, bandara, pusat perbelanjaan dan gedung pencakar langit. Banyak proyek bergengsi yang dirancang oleh arsitek asing yang jarang diterapkan diri mereka untuk merancang secara khusus untuk konteks Indonesia. Seperti halnya kota-kota besar di dunia, terutama di Asia, sebagai korban dari globalisasi terlepas dari sejarah lokal, iklim dan orientasi budaya.


Rumah-rumah kontemporer di Indonesia

Arsitektur modern Indonesia umumnya mulai di sekitar tahun 50an dengan dominasi bentuk atap. Model bangunan era kolonial juga diperluas dengan teknik dan peralatan baru seperti konstruksi beton, AC, dan perangkat lift. Namun, sepuluh tahun setelah kemerdekaan, kondisi ekonomi di Indonesia belum cukup kuat. Sebagai akibat, bangunan yang kurang berkualitas terpaksa lahir. Semua itu sebagai upaya untuk menemukan arsitektur Indonesia modern, seperti halnya penggunaan bentuk atap joglo untuk bangunan modern.

Arsitektur perumahan berkembang luas pada tahun 1980-an ketika industri perumahan booming. Rumah pribadi dengan arsitektur yang unik banyak lahir tapi tidak dengan perumahan massal. Istilah rumah rakyat, rumah berkembang, prototipe rumah, rumah murah, rumah sederhana, dan rumah utama dikenal baik bagi masyarakat. Jenis ini dibangun dengan ide ruang minimal, rasional konstruksi dan non konvensional (Sumintardja, 1978)

Permasalahan untuk Arsitektur Indonesia
Gerakan-gerakan baru dalam arsitektur seperti Modernisme, Dekonstruksi, Postmodern, dll tampaknya juga diikuti di Indonesia terutama di Jawa. Namun, dalam kenyataannya, mereka menyerap dalam bentuk luar saja, bukan ide-ide dan proses berpikir itu sendiri. Jangan heran jika kemudian muncul pandangan yang dangkal; "Kotak-kotak adalah  Modern, Kotak berjenjang adalah pasca Modern" (Atmadi, 1997). Arsitektur hanya hanya dilihat sebagai objek bukan sebagai lingkungan hidup.

Sumalyo, (1993) menyatakan bahwa pandangan umum arsitektur Barat: 'Purism', di mana untuk menunjuk Bentuk dan Fungsi, adalah berlawanan dengan konsep-konsep tradisi yang memiliki konteks dengan alam. Kartadiwirya, dalam Budihardjo (1989,) berpendapat, mengapa prinsip tropis 'nusantara' arsitektur jarang dipraktekkan di Indonesia adalah karena pemikiran dari proses perencanaan tidak pernah menjadi pemikiran. Mereka hanya hanya mengajarkan tentang perencanaan konvensional selama 35 tahun tanpa perubahan berarti sampai beberapa hari. Sayangnya hamper semua bahan pengajaran dalam arsitektur berasal dari cara berpikir Barat yang menurut Frick (1997) telah menghasilkan kelemahan arsitektur Indonesia. Dia juga menjelaskan bahwa Bahan menggunakan bangunan modern hanya karena alasan produksi massal yang lebih 'Barat' dan jauh dari tradisi setempat. Kondisi ini telah memicu penggunaan bahan yang tidak biasa dan tanpa kondisi lokal.

Lalu bagaimanakah seharusnya arsitektur Indonesia?

Kamis, 14 Januari 2010

ADAKAH TEMPAT YANG AMAN DARI GEMPA DI INDONESIA? (Safe Places from Earthquakes in Indonesia?)

Kondisi Tectonic Nusantara

Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, kita harus melihat kondisi geology wilayah Indonesia dan sekitarnya. Secara geografis, wilayah Indonesia terletak di wilayah kepulauan yang kita sebut Nusantara atau archipelago. Suatu wilayah rangkaian pulau-pulau yang tersebar dari semenanjung Malaya ke Timur sampai ke Papua yang meliputi Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei dan Timor Leste. Pulau Papua (Irian Jaya dan Papua New Guinea) secara geologis sebenarnya adalah pulau yang bukan dari rangkaian archipelago melainkan bagian dari benua Australia.

Wilayah Indonesia (source: www.indonesian-intros.com)

Menurut teori geology, rangkaian nusantara ini terbentuk akibat kenaikan lapisan bumi oleh tumbukan pelat-pelat benua di sekitarnya, sehingga terbentuklah ribuan pulau yang unik yang tidak terdapat di bagian dunia lain di bumi ini. Paling sedikit ada empat pelat tektonik yang mempengaruhi terbentuknya pulau-pulau di nusantara yaitu Pelat Australia di Selatan, Pelat Eurasia di Baratlaut, Pelat Pacific di Timurlaut dan Pelat Philippine di Utara. Pelat tektonik Australia bergerak kearah Timur laut dengan kecepatan ±7cm per tahun, pelat Eurasia bergerak dengan kecepatan ±5cm ke arah Tenggara, Pelat Pacific bergerak kearah Baratlaut dengan kecepatan ±10cm per tahun, sementara pelat Philippine diperkirakan relative statis karena terjepit di antara dua pelat: Eurasia dan Pacific dari arah berlawanan.

Dengan kondisi tektonik seperti ini, wilayah nusantara adalah termasuk wilayah yang paling dinamis di dunia, dengan artian kondisi geology atau lapisan buminya selalu bergejolak yang ditandai dengan banyaknya bentukan permukaan akibat aktifitas tektonik berupa palung dan gunung berapi baik di darat ataupun di lautan. Palung adalah jurang memanjang di permukaan bumi sebagai akibat berpisahnya dua lapisan kerak bumi secara kontinyu sementara gunung berapi adalah titik dimana cairan bumi mempunyai jalan keluar akibat tekanan atau tabrakan pelat bumi di bawah (sekitarnya).

Di satu sisi lapisan bumi seperti ini akan menghasilkan lapisan tanah yang paling subur akibat aktifitas gunung berapi dan tanah yang gembur akibat lapisan tanah yang dinamis dan air tanah yang melimpah, di sisi lain bencana letusan gunung berapi dan gempa bumi selalu mengancam. Itulah konsekwensi positif dan negatif dari bumi nusantara ini, yang suka atau tidak memang harus diterima. Tuhan menghadiahkan tanah yang sangat subur, namun juga sekaligus memberikan resiko di dalamnya. Namun demikian manusia diberkahi dengan akal oleh Nya yang tentu diharapkan akan dapat digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan mereka.



Bagan kondisi wilayah sepanjang Sumatera, Jawa, dan NTT akibat pertemuan pelat Australia dan Eurasia (source?)

Kembali ke pertanyaan di atas; lalu apakah ada wilayah di Indonesia yang aman dari bencana gempa?

Ring of Fire

Jika kita berkunjung ke Google Earth, kita akan dapat melihat dengan sangat jelas garis-garis palung ataupun pegunungan baik di darat ataupun di laut. Garis-garis ini terbentuk sebagai akibat perpisahan atau pertemuan dua pelat benua. Untuk wilayah Indonesia, garis ini dapat dijumpai mulai dari Utara pulau Sumatera, bergerak ke Selatan menyusuri selatan pulau Sumatera, selatan pulau Jawa, selatan Nusa Tenggara, Celah Timor, hingga ke pedalaman laut Banda. Ini adalah akibat pertemuan pelat Australia dan Eurasia. Sementara di Utara kita bisa melihat jalur dari Timur Philipina ke bawah sampai ke Laut Banda dan kemudian berbelok ke Timur di atas pulau papua. Ini adalah jalur utama pertemuan Pelat Pacific, Phillipine dan Australia. Sehingga kawasan laut Banda dapat dikatakan tempat yang paling dinamis di dunia karena terdapat pertemuan sekaligus tiga pelat di dalamnya.

Garis-garis lain yang lebih kecil dapat kita jumpai di sekitar Laut China Selatan, Laut Sulawesi, dan sekitar Laut Irian. Wilayah-wilayah ini juga ditengarai sebagai wilayah yang dinamis karena banyak terdapat palung dan gunung berapi namun relatif lebih kecil jika dibanding garis utama di atas. Garis itu kita sebut Ring of Fire.

Wilayah garis bahaya Ring of Fire (merah dan kuning) dan wilayah yang relatif aman (putih). Source: from various sources, with Googleearth map

Wilayah yang aman

Untuk dapat menentukan wilayah yang relatif aman, tentu harus berada sejauh mungkin dari garis-garis tadi. Jika kita tarik garis sejauh 500km (perkiraan jarak yang aman dari pengaruh gempa bumi) dari garis-garis bahaya atau ring of fire tersebut dapat kita temukan wilayah-wilayah seperti dalam peta. Wilayah semenanjung Malaysia, sepenuhnya aman, Sumatera bagian utara yeng terdiri dari bagian Propinsi Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung juga aman. Singapura dan Batam juga aman. Sebagian besar Pulau Kalimantan Tengah ke Barat termasuk Brunei juga aman. Hanya sebagian kecil Pulau Jawa di sekitar Gunung Murialah yang aman. Pulau-pulau kecil di antara tempat-tempat tadi juga aman di Laut Jawa.
Sebaliknya, wilayah Indonesia yang kita kenal selama ini sebagai tempat populasi penduduk terbesar melintas dari Pulau Sumatera bagian Utara, Barat, dan Selatan, sebagian besar Pulau Jawa termasuk Jakarta, Bali, NTT, hingga Ambon dan Sulawesi semua rawan terhadap gempa bumi. Oleh karena itu tidak salah kalau ada gagasan untuk memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan Barat, atau Selatan. Karena disamping relatif berada di tengah (aman dari serangan militer dari luar dan kemudahan geografis), wilayah itu kemungkinan sangat kecil mendapat goyangan gempa besar.

Lalu apakah seluruh penduduk di wilayah-wilayah berbahaya itu perlu dipindahkan? Tentu saja tidak. Gempa adalah fenomena alam yang wajar. Mesin pembunuh yang sebenarnya bukanlah gempa itu sendiri namun bangunan yang digunakan manusia. Kesadaran dan kewaspadaan akan bahaya gempa dengan menerapkan sistem keselamatan dan bangunan yang aman adalah kunci untuk menghindarkan bahaya dan kerugian yang lebih besar baik benda ataupun nyawa.

Rabu, 13 Januari 2010

Haiti Earthquake...no more Killer Quake Please...

3 days after I wrote an Expectation for 2010 shocking news is coming now. Haiti has been stroke by big earthquake 7.3 Richter scale by 10 km depth epicenter. This earthquake seems very powerful and affected hardly to the region since the location of the centre also near to the capital Port-au-Prince. The quake hit at 5 p.m. (2200 GMT), and witnesses reported panic-stricken people running into the streets as offices, hotels, houses and shops collapsed.

The 7.3 magnitude quake - thought to be the most powerful to hit Haiti in more than 200 years. Unsurprisingly, the awareness of the people is assumed very least. From the news, most collapsed buildings are constructed from bricks wall with reinforced framing system. This even worst since this type of buildings are easily collapsed and hit the people inside. Some important buildings are also fallen down including (www.france24.com):

The presidential palace: Following the quake, it was seen in ruins, its domes collapsed on to flattened walls. President Rene Preval and his wife were said to be safe, according to Haiti’s ambassador to Mexico, but no further details were given on their whereabouts.

Hotel Montana: The luxury hotel that attracts tourists and business travellers collapsed; about 100 of its 300 guests have been evacuated.

The headquarters of the UN mission: The United Nations reported that many staff members in Haiti were unaccounted for after the five-storey building collapsed

Meanwhile....another earthquake of 6.2 Richter scale also stroke Manokwari Papua Indonesia, (0.83 S - 133.36 E) by 26 Km depth less than an hour ago. Fortunately, according to the report, no casualty has been found.

Back to the expectation for 2010, hopefuly this catastrophe will be the last earthquake disasster in 2010 (and forward of course....)

MANA YANG LEBIH BAIK: MEMBELI ATAUKAH MEMBANGUN RUMAH? (Which One is Better for Your House; Buying or Building?)

Membeli atau membuat rumah bukanlah pekerjaan yang gampang. Sembarangan membeli anda dapat menyesal di kemudian hari…sebaliknya, sembarang membangun bisa saja menguras isi kantong.

Nah, sekarang kalau pilihannya adalah mana yang lebih baik? Beli atau Buat rumah?
Tentunya ini berkaitan langsung dengan kondisi seseorang yang bersangkutan dilihat dari sisi waktu yang ada, kualitas yang diinginkan, beaya yang tesedia, dansebagainya. Beberapa kelebihan dan kekurangan masing-masing akan di bahas di bawah ini:

MEMBELI
Kelebihan:
- Dapat dengan cepat rumah dapat dimiliki (secara instan)
- Banyak macam dan ragam pilihan harga sesuai dengan dana yang anda miliki
- Urusan legal-administrasi yang diperlukan lebih mudah karena umumnya diselesaikan oleh penjual
- Jika berbentuk perumahan, biasanya lebih cepat untuk dipindah tangankan
- Lingkungan bisanya sudah terbentuk dengan lengkap (perumahan)
Kekurangan:
- Kualitas mutu bangunan dan material susah untuk dapat dipastikan
- Susah mendapatkan rumah yang benar-benar dengan kebutuhan dan keinginan anda walaupun banyak pilihan


Sebuah kawasan pemukiman siap huni

MEMBUAT
Kelebihan:
- Bangunan dapat benar-benar memenuhi kebutuhan dan selera sehingga lebih menjamin kepuasan personal
- Kualitas bangunan dan material dapat diyakinkan dan sesuai dengan kemampuan budget
- Rumah dapat berupa bangunan dengan konsep tumbuh…bertambah setiap ada dana dan keperluan
- Rumah anda dapat memberikan masukan yang baik lingkungannya (arsitektural, lingkungan, ketetanggan, dsb)
Kekurangan:
- Perlu waktu, pikiran dan tenaga yang lebih difokuskan pada rumah
- Jika salah mengurus, kadang justeru memakan lebih banyak beaya
- Perlu berkoordinasi berkonsultasi dengan banyak fihak mulai dari arsitek, pemborong, pengawas, pemerintah setempat, tetangga, dan sebagainya

Rumah dengan konsep 'penjualan butik'

Namun demikian ada juga beberapa pengembang yang menerapkan sistem 'build after transaction'. Dengan cara ini kedua fihak diuntungkan karena pembeli diberi kesempatan untuk menentukan rumahnya, pengembang dapat menyimpan energynya setelah ada pembeli. Tentu saja dengan cara 'butik' ini beberapa pertimbangan harga menjadi lebih.

Nah, jawaban yang paling benar tentu tergantung anda sendiri. Selamat berumah…! Hehe…

SUDAHKAH RUMAH ANDA BERFUNGSI SEBAGAIMANA MESTINYA? (Is Your House Working Properly?)

Rumah adalah di mana sebagian waktu kita habiskan. Pulang ke rumah (go home) adalah kata yang masih terasa manis dan paling dinantikan untuk sebagian besar orang, kecuali jika ada masalah di sana tentunya. Tetapi hunian yang baik tidak akan menimbulkan banyak masalah kan…..? Sesibuk apa aktifitas anda yang anda lakukan, tanpa pulang ke rumah tentu anda tidak akan merasa nyaman. Rumah adalah ibarat charge buat hand phone, untuk mendapatkan kembali energy dan kesegaran baik jiwa ataupun raga anda. Nah, untuk re-charge yan sempurna, anda butuh rumah yang ‘sempurna’ pula.

Lebih dari itu, rumah adalah awal penentu kehidupan. Ketentraman sebuah rumah akan mempengaruhi langsung kondisi kehidupan seseorang selanjutnya. Lingkungan yang aman, nyaman dan damai akan menciptakan manusia-manusia yang lebih berkualitas. Oleh karena itu, rumah sebagai awal kehidupan sudah pasti harus diperhatikan kualitasnya.

Kualitas rumah yang baik tidak harus selalu dibuat dengan beaya yang tinggi. Yang paling utama adalah, rumah harus sesuai dengan penggunanya dan lingkungannya. Kebutuhan dan keinginan, karakter dan latar belakang pengguna, menjadi dasar pertimbangan utama menyesuaikan rumah dengan penghuninya. Sementara kondisi alam menentukan kualitas keamanan dan kenyamanan hunian dari alam dan manusia lain di sekitarnya.


Contoh Penggunaan Ruang Optimal dengan Bahan sederhana (tropic)
Masing-masing keluarga mempunya ukuran yang berbeda-beda terhadap aktifitas dan sifatnya. Rumah yang didiami keluarga A belum tentu cocok dengan keluarga B walaupun sama dalam jumlah anggota keluarganya, atau pekerjaan yang sama sekalipun. Apalagi berbeda!

Aman harus dilihat dari bagaimana rumah melindungi dari ancaman bahaya alam seperti gempa bumi, banjir, angin rebut dan sebagainya, atau ancaman mahluk hidup lain dari hewan buas, serangga dan sesama manusia tentunya. Oleh karena itu ketepatan desain dalam hal hal penggunaan struktur, konstruksi dan material sangat penting memperhatikan aspek-aspek tersebut. Rumah di daerah gempa, sebagai contoh harus kuat menahan goncangan dan dibuat seringan mungkin. Sementara rumah di daerah banjir justeru harus dibuat berat dan setinggi mungkin agar tidak hanyut. Rumah di perkotaan harus dibuat seaman mungkin dari ancaman sesame manusia sementara di pedesaan harus aman dari binatang dan serangga.

Untuk mencapai tingkat kenyamanan, tingkat gangguan udara, cahaya, dan suara harus diperhatikan. Rumah yang berada di deaerah pegunungan tentu berbeda dengan di daerah pantai dan perkotaan. Aliran udara dan kelembaban, silau cahaya matahari, suara kebisingan ataupun bebauan adalah penentu utama tingkat kenyamanan hunian. Pengaturan dan penyesuaian desain rumah tentu akan berbeda pada tiap kondisi yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan desain yang berbeda pula.

Silahkan tunggu artikel-artikel tentang kenyaman selanjutnya...

Senin, 11 Januari 2010

The Beautiful Cyprus

I don’t know why I have to be in Cyprus again. After spending 2 years in the island for 2005-2006 period, last 2008 I come back to the island to continuing my education there. Only one word may be is the only reason; ‘beautiful’. It is not only the nature but also the people.

Of course the Cypriot girl is beautiful! But I’m not talking about the girls only. I am a non single man who has no any objection about that matter. What I mean is that the people are really friendly. I like all my professors and friends there. They are my real second family while I am abroad. Many times we were spend time not only for study and work, but also for fun, enjoying the life! It is very helpful for me as the foreigner without feeling being to be a stranger.

The nature of Cyprus is definitely Mediterranean with short winter and long summer. Spring time is my favorite times. The island is really turned in so colorful heaven when February comes. Many flowers and fruits can be easily being found, especially in the villages and markets of course. Oranges and grapes are the best in Cyprus. The location of the island is also very strategic point connecting Asia, Europe, and Africa. No wonder since ancient time, this very tiny island (if we compare to Java or Sumatera in Indonesia) had been objected for many struggles of many nations, count for Venetian, Lusignan, Roman, Ottoman, Arabic, British, Greek, and Turkish.

Cyprus in the spring

Fullmoon in Cyprus Apartment

Morning in the great mosque

Me and my ex girl friend

Me with My Prof. Erdal and Prof. Nurten Family

Me with My Prof. Ibrahim and friends

Me and My Prof. Ibrahim in his home

AMANKAH HUNIAN PASCA GEMPA BUMI DENGAN BETON BERTULANG? (Is Reinforced Concrete Structure Safe for Post Earthquake Housing?)

Untuk kasus di Yogyakarta, sampai saat ini belum ada yang berani berpendapat bahwa seratus persen bangunan akan aman dari kemungkinan ancaman gempa yang sama dengan gempa 27 Mei 2006 lalu. Namun paling tidak, sebagian besar fihak-fihak berkompeten telah yakin bahwa bangunan rekonstruksi ataupun bangunan baru pasca gempa 2006 lebih baik kualitasnya. Hal ini tentu tidak dapat diingkari karena pada kenyataannya bangunan-bangunan tersebut telah dibuat dengan menggunakan konstruksi yang lebih up to date.

Permasalahannya adalah dengan tingginya keyakinan berbagai fihak termasuk penghuni,seharusnya tidak mengurangi tingkat kewaspadaan terhadap kemungkinan bahaya yang sama di masa depan. Mengingat lokasi Pulau Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya sangat mungkin untuk mendapat serangan gempa sewaktu-waktu yang menurut beberapa sumber hingga 3000-5000 kali terjadi gempa setiap tahunnya di Indonesia baik terasa ataupun tidak.

Tulangan rangka beton pada sloof dan kolom

Dapat dikatakan, dari sisi masyarakat pengguna rumah, penggunaan material beton bertulang telah ditangkap sebagai sebuah jaminan akan keamanan mereka dari bahaya gempa. Hal ini dapat difahami mengingat sebelumnya sebagian besar rumah yang runtuh hanya menggunakan pasangan bata (masonry) tanpa rangka beton bertulang. Opsi yang lain dengan rumah baja ataupun kayu dianggap terlalu mahal, atau juga terlalu rendah (konstruksi bambu). Apalagi jika mereka juga menyaksikan betapa bagus campuran beton dan besar diameter tulangan yang mereka gunakan. Jaminan keselamatan sepertinya dianggap taken for granted, dengan sendirinya akan mereka dapatkan.

Rumah dengan rangka beton bertulang

Sayangnya, factor keamanan sebuah bangunan dari gempa tidak cukup dilihat dari sisi penggunaan material ‘yang kuat’ saja. Mulai dari lokasi, disain bangunan, disain system struktur, ketepatan konstruksi, proses konstruksi, ketepatan penggunaan jenis material, hingga penggunaan bangunan semuanya akan sangat mempengaruhi tingkat keamanan bangunan dan penggunanya.

Kuda-kuda beton bertulang yang populer

Faktor Lokasi
Faktor lokasi secara umum tidak akan dapat diselesaikan kecuali dengan berpindah tempat dari zona bahaya ke daerah yang relative lebih aman. Transmigrasi massal atau bedol kampung adalah solusi yang tidak mudah untuk diterapkan, walau ini juga telah dilakukan Pemerintah Daerah Bantul misalnya dengan mengirimkan kurang lebih 400 KK tahun 2009 lalu. Akan tetapi mengingat masih terlalu padatnya populasi penduduk dearah sekitar, solusi lain tentu sangat diperlukan. Salah satu pemikiran yang juga patut dihargai adalah dengan usulan memperkecil dampak goncangan dengan menambahkan media buffer atau peredam seperti dasar pasir pada seluruh bangunan.

Disain Bangunan
Disain bangunan yang aman terhadap gempa adalah bentuk yang sederhana. Untuk rumah-rumah rekonstruksi atau rumah baru pasca gempa, bentuk bangunan memang sederhana. Hal ini baru bermasalah ketika proses penambahan bangunan dilakukan penghuni seiring dengan pertambahan kebutuhan mereka. Bangunan yang semula sederhana menjadi kompleks baik dari sisi bentuk ataupun layout (denah). Biarpun telah menggunakan material beton bertulang dengan tulangan sebesar “linggis” pun, bentuk bangunan rumit akan tetap rentan terhadap goncangan gempa. Belum lagi jika dilihat kualitas ‘sambungan’ antara bangunan lama dan baru.

Sistem Struktur
Sistem struktur yang benar tentu harus sesuai dengan sifat material yang digunakan. Struktur kayu prinsipnya fleksibel, kebalikan dengan system struktur beton bertulang yang harus kaku. Menggunakan material baru beton bertulang dengan anggapan atau cara yang lama (terhadap kayu) seharusnya tidak dilakukan. Sayangnya masyarakat terbukti banyak melakukan ini misalnya dengan mengganti kuda-kuda kayu dengan kuda-kuda beton persis dengan cara yang sama, padahal kedua sifat material tersebut berbeda. Kuda-kuda kayu seharusnya bebas bergerak dengan tumpuan fleksibel (roll dan sendi) sedangkan beton bertulang harus kaku, berhubungan mati dengan kolomnya. Atau juga dengan membentuk rangka beton yang seolah-olah dianggap kayu dengan bentuk kuda-kuda. Kasus tersebut justeru akan sangat berbahaya bagi penghuni karena rangka beton sangat berat dan mudah jatuh, jika dipasang dengan cara yang tidak benar.

Konstruksi
Ketepatan konstruksi juga menjadi faktor penting bagi keselamatan pengguna bangunan. Banyak kasus bangunan rumah beton betulang di Bantul yang tetap saja memakan korban karena lemahnya dinding terhadap kolom misalnya. Dinding bata yang berat akan mudah runtuh jika tidak dipasang dengan angkur yang cukup, atau dinding terlalu lebar (kolom praktis jarang).

Pelaksanaan
Proses konstruksi di lapangan juga dapat mempengaruhi keamanan bangunan walapun secara kasat mata bangunan menggunakan material yang bagus. Mulai dari proses pencampuran bahan hingga cara pemasangan akan sangat penting diperhatikan. Meskipun dengan campuran semen yang banyak, akan tetapi jika cara mengaduknya tidak rata, atau kurang air misalnya, beton akan lebih getas. Demikian pula dengan sambungan beton bertulang tanpa overlap dan tekukan tentu akan sangat rentan lepas. Jika semua aspek memenuhi tapi pelaksanaan di lapangan tidak diperhatikan, bangunan tetap dalam bahaya.

Pemilihan Material
Ketepatan material juga secara langsung mempengaruhi keselamatan bangunan dan penghuninya. Kembali ke salah satu kasus di atas misalnya, kuda-kuda kayu yang ringan tentu lebih diutamakan ketimbang kuda-kuda beton yang berat, walaupun secara awam menganggap ‘beton lebih kuat dari kayu’. Sebab jika terjadi goncangan, bagaimnapun benda yang berat berpotensi jatuh lebih besar mengikuti hukum Newton kedua F=MA. Apalagi jika desain struktur dan konstruksinya kurang benar.

Penggunaan Bangunan
Begitu juga dengan penggunaan bangunan. Penataan furniture walaupun tidak terlalu significant membebani struktur (seperti lampu gantung yang berat atau rak buku di dinding) akan tetap mempengaruhi kondisi saat gempa. Mungkin saja bangunan tetap berdiri namun lampu atau rak tersebut dapat jatuh menimpa penghuni. Demikian juga dengan penempatan lemari berat yang dapat ambruk sehingga menghambat penghuni. Semua ini akan mempengaruhi tingkat keamanan sebuah bangunan.

Kesimpulan
Banyak hal yang mesti diperhatikan untuk menjamin keselamatan bangunan dan penghuninya jika terjadi gempa. Anggapan-anggapan yang masih kurang benar terutama dengan penggunaan material dan system struktur masih perlu ditinjau lagi. Study lebih lanjut masih diperlukan untuk meyakinkan tingkat keamanan bangunan dan penghuninya terhadap gempa.
Bagaimana pendapat anda??? Salam….

Minggu, 10 Januari 2010

ME-REKA ULANG CANDI DI UII (Reconstruction for Ancient Temple in UII)

Walaupun proses ekskavasi situs Kimpulan candi kuno di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sampai tulisan ini dibuat belum selesai, beberapa dugaan awal telah dapat dikemukakan berkaitan dengan bentuk candi. Menurut hasil penggalian, yang jelas, candi ini mempunyai bentukan yang unik yang berbeda dari candi-candi yang lain di Jawa. Keunikan tersebut adalah dengan bentuk yang lebih sederhana ‘minimalis’ walaupun dengan teknik pengerjaan yang sangat halus. Candi minimalis ini diduga mempunyai faktor kesejarahan tersendiri ketika masa dibangunnya. Keunikan yang lain adalah dengan diduganya penggunaan bahan kayu yang sebelumnya dainggap tidak pernah digunakan untuk candi di Jawa.



Eskavasi Candi di UII (candiuii.blogspot.com)

Menurut penulis, yang bukan arkeolog ini, bentuk candi di UII ini mirip dengan bentuk bale kulkul di Bali. Bentuk platform yang ditinggikan berbentuk bujursangkar (atau persegi?) dengan tangga yang diduga dari kayu adalah cirikhas bale kulkul. Atap tajug dengan kolom kayu juga dapat diterapkan pada candi di UII ini. Walau penulis belum sempat mendatangi langsung situs candi ini, paling tidak dapat dilakukan pendugaan menurut bukti-bukti yang ada, yaitu bentuk fisik candi dan bekas umpak yang terdapat di dalam pagar lankan candi.

Rekonstruksi candi di UII

Mata Rantai Candi Jawa dan Bali

Dengan bentuk demikian, kelihatannya dapat diasumsikan bahwa candi ini mempunyai peran besar dalam mengungkapkan mata rantai yang terputus candi-candi Hindu Jawa dengan candi-candi Hindu Bali. Kita mengetahui bahwa terdapat perbedaan yang besar bentuk maupun material candi Hindu di kedua wilayah tersebut walaupun berasal dari masyarakat yang sama, Hindu Mataram. Kesimpulan penulis sementara adalah bahwa candi di UII ini dibangun pada masa-masa akhir Mataram Hindu sebelum terjadi perpindahan masayarakat hindu dari Jawa ke Bali.

Rekonstruksi candi UII dan Bale Kulkul Rambut Siwi (warungnet.de)
Andai Tim BP3 telah selesai dengan penggaliannya, menemukan prasasti, atau melalui proses carbon dating, mungkin dapat dibuktikan tulisan ini benar atau tidak. Wallahualam…..
Lalu bagaimana dengan mulai digunakannya material kayu? Apakah ada kaitannya dengan gempa atau Gunung Merapi??
Bagaimana menurut anda???