Kamis, 21 Januari 2010

GANESHA CANDI DI UII MEMANG SUDAH DITULISKAN UNTUK UII

Saya dengan tidak sengaja menemukan satu keanehan tersendiri ketika memandangi arca Ganesha yang belum lama ini ditemukan di Universitas Islam Indonesia UII (Islamic University of Indonesia IUI)Yogyakarta. Apa yang saya pikir ini memang sama sekali tidak ilmiah, tapi cukup membuat penasaran pada lambang seperti huruf akibat pahatan rambut di kepala Ganesha. Memang secara keseluruhan huruf yang saya maksud adalah bagian dari ukiran rambut arca ganesha tersebut, tapi secara terpisah huruf tersebut membentuk UUIUUIUUI. Lalu saya mulai menghayal dengan menghubungkannya dengan UII atau IUI. Saya tidak tahu apakah ini kebetulan atau memang sudah dipikirkan oleh para ‘wasis’ nenek moyang bahwa candi ini nantinya tempat UII berada di masa depan (yaitu sekarang)?

Gambar Ganesha dengan hiasan rambut UII atau IUI

Minggu, 17 Januari 2010

ARSITEKTUR INDONESIA? (Indonesian Architecture?)

Asitektur Indonesia terdiri dari klasik-tradisional, vernakular dan bangunan baru kontemporer. Arsitektur klasik-tradisional adalah bangunan yang dibangun oleh zaman kuno. Arsitektur vernakular juga bentuk lain dari arsitektur tradisional, terutama bangunan rumah hunian, dengan beberapa penyesuaian membangun oleh beberapa generasi ke generasi. Arsitektur Baru atau kontemporer lebih banyak menggunakan materi dan teknik konstruksi baru dan menerima pengaruh dari masa kolonial Belanda ke era pasca kemerdekaan. Pengenalan semen dan bahan-bahan modern lainnya dan pembangunan dengan pertumbuhan yang cepat telah menghasilkan hasil yang beragam.

Arsitektur Klasik Indonesia
Ciri khas arsitektur klasik Indonesia dapat dilihat paada bangunan candi dengan struktur menaranya. Candi Buddha dan Hindu dibangun dari batu, yang dibangun di atas tanah dengan cirikhas piramida dan dihiasi dengan relief. Secara simbolis, bangunan adalah sebagai representasi dari Gunung Meru yang legendaris, yang dalam mitologi Hindu-Buddha diidentifikasi sebagai kediaman para dewa. Candi Buddha Borobudur yang terkenal dari abad ke-9 dan Candi Prambanan bagi umat Hindu di Jawa Tengah juga dipenuhi dengan gagasan makro kosmos yang direpresentasiken dengan sebuah gunung. Di Asia Timur, walau dipengaruhi oleh budaya India, namun arsitektur Indonesia (nusantara) lebih mengedapankan elemen-elemen masyarakat lokal, dan lebih tepatnya dengan budaya petani.

Budaya Hindu paling tidak 10 abad telah mempengaruhi kebudayaan Indonesia sebelum pengaruh Islam datang. Peninggalan arsitektur klasik (Hindu-Buddha) di Indonesia sangat terbatas untuk beberapa puluhan candi kecuali Pulau Bali yang masih banyak karena faktor agama penduduk setempat.

Arsitektur vernakular di Indonesia
Arsitektur tradisional dan vernakular di Indonesia berasal dari dua sumber. Pertama adalah dari tradisi Hindu besar dibawa ke Indonesia dari India melalui Jawa. Yang kedua adalah arsitektur pribumi asli. Rumah-rumah vernakular yang kebanyakan ditemukan di daerah pedesaan dibangun dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti atap ilalang, bambu, anyaman bambu, kayu kelapa, dan batu. Bangunan adalah penyesuain sepenuhnya selaras dengan lingkungan sekitar. Rumah-rumah di pedalaman di Indonesia masih banyak yang menggunakan bambu, namun dengan seiring dengan proses modernisasi, bangunan-bangunan bambu ini sedikit demi sedikit diganti dengan bangunan dinding bata.


Arsitektur tradisional di Indonesia

Bangunan vernakular yang tertua di Indonesia saat ini tidak lebih dari sekitar 150 tahun usianya. Namun dari relief di dinding abad ke-9 di candi Borobudur di Jawa Tengah mengungkapkan bahwa ada hubungan erat dengan arsitektur rumah vernakular kontemporer yang ada saat ini. Arsitektur vernakular Indonesia juga mirip dengan yang dapat ditemukan di seluruh pulau-pulau di Asia Tenggara. Karakteristik utamanya adalah dengan digunakannya lantai yang ditinggikan (kecuali di Jawa), atap dengan kemiringan tinggi menyerupai pelana dan penggunaan material dari kayu dan bahan organik tahan lama lainnya.

Pengaruh Islam dalam Arsitektur
Budaya Islam di Indonesia dimulai pada tahun 13 Masehi ketika di Sumatra bagian utara muncul kerajaan Islam Pasai di 1292. Dua setengah abad kemudian bersama-sama juga dengan orang-orang Eropa, Islam datang ke Jawa. Islam tidak menyebar ke kawasan Indonesia oleh kekuatan politik seperti di India atau Turki namun lebih melalui penyebaran budaya. Budaya Islam pada arsitektur Indonesia dapat dijumpai di masjid-masjid, istana, dan bangunan makam.

Menurunnya kekuatan kerajaan Hindu Majapahit di Jawa menandai bergantinya periode sejarah di Jawa. Kebudayaan Majapahit tersebut meninggalkan kebesarannya dengan dengan serangkaian candi-candi monumental sampai abad keempat belas. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa "Zaman Klasik" di Jawa ini kemudian diganti dengan zaman "biadab" dan juga bukanlah awal dari "Abad Kegelapan". Selanjutnya kerajaan-kerajaan Islam melanjutkan budaya lama Majapahit yang mereka adopsi secara jenius. "New Era" selanjutnya menghasilkan ikon penting seperti masjid-masjid di Demak, Kudus dan Banten pada abad keenam belas. Juga dengan situs makam Imogiri dan istana-istana Yogyakarta dan Surakarta pada abad kedelapan belas. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Islam tidak memperkenalkan bentuk-bentuk fisik baru dan ajaran-ajarannyapun diajarkan lebih dalam cara-cara mistis oleh para sufi, atau dengan kata lain melalui sinkretisme, sayangnya hal inilah yang mempengaruhi ‘gagal’nya Islam sebagai sebuah sistem baru yang benar-benar tidak menghapuskan warisan Hindu ( lihat Prijotomo, 1988).


Masjid Kudus dengan Gaya Hindu untuk Drum Tower dan Gerbang

Penyebaran Islam secara bertahap di kawasan Indonesia dari abad ke-12 dan seterusnya dengan memperkenalkan serangkaian penting pengaruh arsitektur. Namun, perubahan dari gaya lama ke baru yang lebih bersifat ideologis baru kemudian teknologi. Kedatangan Islam tidak mengarah pada pengenalan bangunan yang sama sekali baru, melainkan melihat dan menyesuaikan bentuk-bentuk arsitektur yang ada, yang diciptakan kembali atau ditafsirkan kembali sesuai persyaratan dalam Islam. Menara Kudus, di Jawa Tengah, adalah contoh dalam kasus ini. Bangunan ini sangat mirip dengan candi dari abad ke-14 di era kerajaan Majapahit, menara ini diadaptasi untuk kepentingan yang lebih baru dibangun masjid setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Demikian pula, masjid-masjid di awal perkembangan Islam di Indonesia murni terinspirasi dari tradisi bangunan local yang ada di Jawa, dan tempat lain di Nusantara, dengan empat kolom utama yang mendukung atap tengahnya. Dalam kedua budaya ini empat kolom utama atau Saka Guru mempunyai makna simbolis.

Gaya Belanda dan Hindia Belanda
Pengaruh Barat di mulai jauh sebelum tahun 1509 ketika Marco Polo dari Venesia melintasi Nusantara di 1292 untuk kegiatan perdagangan. Sejak itu orang-orang Eropa berusaha untuk merebut kendali atas perdagangan rempah-rempah yang sangat menguntungkan. Portugis dan Spanyol, dan kemudian Belanda, memperkenalkan arsitektur mereka sendiri dengan cara awal tetap menggunakan berbagai elemen arsitektur Eropa, namun kemudian dapat beradaptasi dengan tradisi arsitektur lokal. Namun proses ini bukanlah sekadar satu arah: Belanda kemudian mengadopsi unsur-unsur arsitektur pribumi untuk menciptakan bentuk yang unik yang dikenal sebagai arsitektur kolonial Hindia Belanda. Belanda juga sadar dengan mengadopsi arsitektur dan budaya setempat kedalam arsitektur tropis baru mereka dengan menerapkan bentuk-bentuk tradisional ke dalam cara-cara modern termasuk bahan bangunan dan teknik konstruksi.


Gereja Blenduk dan Lawang Sewu bangunan, contoh dari arsitektur Belanda (sumber; www.baligamelan.com)

Bangunan kolonial di Indonesia, terutama periode Belanda yang sangat panjang 1602 - 1945 ini sangat menarik untuk menjelajahi bagaimana silang budaya antara barat dan timur dalam bentuk bangunan, dan juga bagaimana Belanda mengembangkan aklimatisasi bangunan di daerah tropis. Menurut Sumalyo (1993), arsitektur kolonial Belanda di Indonesia adalah fenomena budaya unik yang pernah ditemukan di tempat lain maupun di tanah air mereka sendiri. Bangunan-bangunan tesebut adalah hasil dari budaya campuran kolonial dan budaya di Indonesia.

Perbedaan konsep Barat dan Indonesia ke dalam arsitektur adalah terletak pada korelasi antara bangunan dan manusianya. Arsitektur Barat adalah suatu totalitas konstruksi, sementara itu di Timur lebih bersifat subjektif, yang lebih memilih penampilan luar terutama façade depan. Kondisi alam antara sub-tropis Belanda dan tropis basah Indonesia juga merupakan pertimbangan utama bangunan Belanda di Indonesia.

Sebenarnya, Belanda tidak langsung menemukan bentuk yang tepat untuk bangunan mereka di awal perkembangannya di Indonesia. Selama awal kolonisasi Eropa awal abad 18, jenis bangunan empat musim secara langsung dicangkokkan Belanda ke iklim tropis Indonesia. Fasade datar tanpa beranda, jendela besar, atap dengan ventilasi kecil yang biasa terlihat di bagian tertua kota bertembok Belanda, juga digunakan seperti di Batavia lama (Widodo, J. dan YC. Wong 2002).

Menurut Sumintardja, (1978) VOC telah memilih Pulau Jawa sebagai pusat kegiatan perdagangan mereka dan bangunan pertama dibangun di Batavia sebagai benteng Batavia. Di dalam benteng, dibangun rumah untuk koloni, memiliki bentuk yang sederhana seperti rumah asli di awal tapi belakangan diganti dengan rumah gaya Barat (untuk kepentingan politis). Dinding batu bata rumah, mereka mengimpor bahan langsung dari Belanda dan juga dengan atap genteng dan interior furniture. Rumah-rumah yang menjadi tradisi pertama rumah-rumah tanpa halaman, dengan bentukan memanjang seperti di Belanda sendiri. Rumah-rumah ini ada dua lantai, sempit di façade tapi lebar dalam. Rumah tipe ini selanjutnya banyak digunakan oleh orang-orang cina setelah orang Belanda beralih dengan rumah-rumah besar dengan halaman luas. Rumah-rumah ini disebut sebagai bentuk landhuizen atau rumah tanpa beranda dalam periode awal, setelah mendapat aklimatisasi dengan iklim setempat, rumah-rumah ini dilengkapi dengan beranda depan yang besar seperti di aula pendapa pada bangunan vernakular Jawa.

Pada awalnya, rumah-rumah ini dibangun dengan dua lantai, setelah mengalami gempa dan juga untuk tujuan efisiensi, kemudian rumah-rumah ini dibangun hanya dalam satu lantai saja. Tetapi setelah harga tanah menjadi meningkat, rumah-rumah itu kembali dibangun dengan dua lantai lagi.

Penentuan desain arsitektur menjadi lebih formal dan ditingkatkan setelah pembentukan profesi Arsitek pertama di bawah Dinas Pekerjaan Umum (BOW) pada 1814-1930. Sekitar tahun 1920-an 1930-an, perdebatan tentang masalah identitas Indonesia dan karakter tropis sangat intensif, tidak hanya di kalangan akademis tetapi juga dalam praktek. Beberapa arsitek Belanda, seperti Thomas Karsten, Maclaine Pont, Thomas Nix, CP Wolf Schoemaker, dan banyak lainnya, terlibat dalam wacana sangat produktif baik dalam akademik dan praksis. Bagian yang paling menarik dalam perkembangan Arsitektur modern di Indonesia adalah periode sekitar 1930-an, ketika beberapa arsitek Belanda dan akademisi mengembangkan sebuah wacana baru yang dikenal sebagai "Indisch-Tropisch" yaitu gaya arsitektur dan urbanisme di Indonesia yang dipengaruhi Belanda

Tipologi dari arsitektur kolonial Belanda; hampir bangunan besar luar koridor yang memiliki fungsi ganda sebagai ruang perantara dan penyangga dari sinar matahari langsung dan lebih besar atap dengan kemiringan yang lebih tinggi dan kadang-kadang dibangun oleh dua lapis dengan ruang yang digunakan untuk ventilasi panas udara.

Arsitek-arsitek Belanda mempunyai pendekatan yang baik berkaitan dengan alam di mana bangunan ditempatkan. Kesadaran mereka dapat dilihat dari unsur konstruksi orang yang sangat sadar dengan alam. Dalam Sumalyo (1993,): Karsten pada tahun 1936 dilaporkan dalam artikel: "Semarangse kantoorgebouwen" atau Dua Office Building di Semarang Jawa Tengah:

1. Pada semua lantai pertama dan kedua, ditempatkan pintu, jendela, dan ventilasi yang lebar diantara dia rentang dua kolom. Ruangan untuk tiap lantai sangat tinggi; 5, 25 m di lantai pertama dan 5 m untuk lantai dua. Ruangan yang lebih tinggi, jendela dan ventilasi menjadi sistem yang baik untuk memungkinkan sirkulasi udara di atap, ada lubang ventilasi di dinding atas (di atas jendela)

2. Disamping lebar ruang yang lebih tinggi, koridor terbuka di sisi Barat dan Timur meliputi ruang utama dari sinar matahari langsung.

Ketika awal urbanisasi terjadi di Batavia (Jakarta), ada begitu banyak orang membangun vila mewah di sekitar kota. Gaya arsitekturnya yang klasik tapi beradaptasi dengan alam ditandai dengan banyak ventilasi, jendela dan koridor terbuka banyak dipakai sebagai pelindung dari sinar matahari langsung. Di Bandung, Villa Isolla adalah salah satu contoh arsitektur yang baik ini (oleh Schoemaker1933)


Villa Isolla, salah satu karya arsitektur Belanda di Indonesia (sumber: Prijotomo, 1996)

Arsitektur Kontemporer Indonesia
Setelah kemerdekaan pada tahun 1945, bangunan modern mengambil alih Indonesia. Kondisi ini berlanjut ke tahun 1970-an dan 1980-an ketika pertumbuhan eknomi yang cepat Indonesia yang mengarah pada program-program pembangunan besar-besaran di setiap sector mulai dari skema rumah murah, pabrik-pabrik, bandara, pusat perbelanjaan dan gedung pencakar langit. Banyak proyek bergengsi yang dirancang oleh arsitek asing yang jarang diterapkan diri mereka untuk merancang secara khusus untuk konteks Indonesia. Seperti halnya kota-kota besar di dunia, terutama di Asia, sebagai korban dari globalisasi terlepas dari sejarah lokal, iklim dan orientasi budaya.


Rumah-rumah kontemporer di Indonesia

Arsitektur modern Indonesia umumnya mulai di sekitar tahun 50an dengan dominasi bentuk atap. Model bangunan era kolonial juga diperluas dengan teknik dan peralatan baru seperti konstruksi beton, AC, dan perangkat lift. Namun, sepuluh tahun setelah kemerdekaan, kondisi ekonomi di Indonesia belum cukup kuat. Sebagai akibat, bangunan yang kurang berkualitas terpaksa lahir. Semua itu sebagai upaya untuk menemukan arsitektur Indonesia modern, seperti halnya penggunaan bentuk atap joglo untuk bangunan modern.

Arsitektur perumahan berkembang luas pada tahun 1980-an ketika industri perumahan booming. Rumah pribadi dengan arsitektur yang unik banyak lahir tapi tidak dengan perumahan massal. Istilah rumah rakyat, rumah berkembang, prototipe rumah, rumah murah, rumah sederhana, dan rumah utama dikenal baik bagi masyarakat. Jenis ini dibangun dengan ide ruang minimal, rasional konstruksi dan non konvensional (Sumintardja, 1978)

Permasalahan untuk Arsitektur Indonesia
Gerakan-gerakan baru dalam arsitektur seperti Modernisme, Dekonstruksi, Postmodern, dll tampaknya juga diikuti di Indonesia terutama di Jawa. Namun, dalam kenyataannya, mereka menyerap dalam bentuk luar saja, bukan ide-ide dan proses berpikir itu sendiri. Jangan heran jika kemudian muncul pandangan yang dangkal; "Kotak-kotak adalah  Modern, Kotak berjenjang adalah pasca Modern" (Atmadi, 1997). Arsitektur hanya hanya dilihat sebagai objek bukan sebagai lingkungan hidup.

Sumalyo, (1993) menyatakan bahwa pandangan umum arsitektur Barat: 'Purism', di mana untuk menunjuk Bentuk dan Fungsi, adalah berlawanan dengan konsep-konsep tradisi yang memiliki konteks dengan alam. Kartadiwirya, dalam Budihardjo (1989,) berpendapat, mengapa prinsip tropis 'nusantara' arsitektur jarang dipraktekkan di Indonesia adalah karena pemikiran dari proses perencanaan tidak pernah menjadi pemikiran. Mereka hanya hanya mengajarkan tentang perencanaan konvensional selama 35 tahun tanpa perubahan berarti sampai beberapa hari. Sayangnya hamper semua bahan pengajaran dalam arsitektur berasal dari cara berpikir Barat yang menurut Frick (1997) telah menghasilkan kelemahan arsitektur Indonesia. Dia juga menjelaskan bahwa Bahan menggunakan bangunan modern hanya karena alasan produksi massal yang lebih 'Barat' dan jauh dari tradisi setempat. Kondisi ini telah memicu penggunaan bahan yang tidak biasa dan tanpa kondisi lokal.

Lalu bagaimanakah seharusnya arsitektur Indonesia?

Kamis, 14 Januari 2010

ADAKAH TEMPAT YANG AMAN DARI GEMPA DI INDONESIA? (Safe Places from Earthquakes in Indonesia?)

Kondisi Tectonic Nusantara

Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, kita harus melihat kondisi geology wilayah Indonesia dan sekitarnya. Secara geografis, wilayah Indonesia terletak di wilayah kepulauan yang kita sebut Nusantara atau archipelago. Suatu wilayah rangkaian pulau-pulau yang tersebar dari semenanjung Malaya ke Timur sampai ke Papua yang meliputi Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei dan Timor Leste. Pulau Papua (Irian Jaya dan Papua New Guinea) secara geologis sebenarnya adalah pulau yang bukan dari rangkaian archipelago melainkan bagian dari benua Australia.

Wilayah Indonesia (source: www.indonesian-intros.com)

Menurut teori geology, rangkaian nusantara ini terbentuk akibat kenaikan lapisan bumi oleh tumbukan pelat-pelat benua di sekitarnya, sehingga terbentuklah ribuan pulau yang unik yang tidak terdapat di bagian dunia lain di bumi ini. Paling sedikit ada empat pelat tektonik yang mempengaruhi terbentuknya pulau-pulau di nusantara yaitu Pelat Australia di Selatan, Pelat Eurasia di Baratlaut, Pelat Pacific di Timurlaut dan Pelat Philippine di Utara. Pelat tektonik Australia bergerak kearah Timur laut dengan kecepatan ±7cm per tahun, pelat Eurasia bergerak dengan kecepatan ±5cm ke arah Tenggara, Pelat Pacific bergerak kearah Baratlaut dengan kecepatan ±10cm per tahun, sementara pelat Philippine diperkirakan relative statis karena terjepit di antara dua pelat: Eurasia dan Pacific dari arah berlawanan.

Dengan kondisi tektonik seperti ini, wilayah nusantara adalah termasuk wilayah yang paling dinamis di dunia, dengan artian kondisi geology atau lapisan buminya selalu bergejolak yang ditandai dengan banyaknya bentukan permukaan akibat aktifitas tektonik berupa palung dan gunung berapi baik di darat ataupun di lautan. Palung adalah jurang memanjang di permukaan bumi sebagai akibat berpisahnya dua lapisan kerak bumi secara kontinyu sementara gunung berapi adalah titik dimana cairan bumi mempunyai jalan keluar akibat tekanan atau tabrakan pelat bumi di bawah (sekitarnya).

Di satu sisi lapisan bumi seperti ini akan menghasilkan lapisan tanah yang paling subur akibat aktifitas gunung berapi dan tanah yang gembur akibat lapisan tanah yang dinamis dan air tanah yang melimpah, di sisi lain bencana letusan gunung berapi dan gempa bumi selalu mengancam. Itulah konsekwensi positif dan negatif dari bumi nusantara ini, yang suka atau tidak memang harus diterima. Tuhan menghadiahkan tanah yang sangat subur, namun juga sekaligus memberikan resiko di dalamnya. Namun demikian manusia diberkahi dengan akal oleh Nya yang tentu diharapkan akan dapat digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan mereka.



Bagan kondisi wilayah sepanjang Sumatera, Jawa, dan NTT akibat pertemuan pelat Australia dan Eurasia (source?)

Kembali ke pertanyaan di atas; lalu apakah ada wilayah di Indonesia yang aman dari bencana gempa?

Ring of Fire

Jika kita berkunjung ke Google Earth, kita akan dapat melihat dengan sangat jelas garis-garis palung ataupun pegunungan baik di darat ataupun di laut. Garis-garis ini terbentuk sebagai akibat perpisahan atau pertemuan dua pelat benua. Untuk wilayah Indonesia, garis ini dapat dijumpai mulai dari Utara pulau Sumatera, bergerak ke Selatan menyusuri selatan pulau Sumatera, selatan pulau Jawa, selatan Nusa Tenggara, Celah Timor, hingga ke pedalaman laut Banda. Ini adalah akibat pertemuan pelat Australia dan Eurasia. Sementara di Utara kita bisa melihat jalur dari Timur Philipina ke bawah sampai ke Laut Banda dan kemudian berbelok ke Timur di atas pulau papua. Ini adalah jalur utama pertemuan Pelat Pacific, Phillipine dan Australia. Sehingga kawasan laut Banda dapat dikatakan tempat yang paling dinamis di dunia karena terdapat pertemuan sekaligus tiga pelat di dalamnya.

Garis-garis lain yang lebih kecil dapat kita jumpai di sekitar Laut China Selatan, Laut Sulawesi, dan sekitar Laut Irian. Wilayah-wilayah ini juga ditengarai sebagai wilayah yang dinamis karena banyak terdapat palung dan gunung berapi namun relatif lebih kecil jika dibanding garis utama di atas. Garis itu kita sebut Ring of Fire.

Wilayah garis bahaya Ring of Fire (merah dan kuning) dan wilayah yang relatif aman (putih). Source: from various sources, with Googleearth map

Wilayah yang aman

Untuk dapat menentukan wilayah yang relatif aman, tentu harus berada sejauh mungkin dari garis-garis tadi. Jika kita tarik garis sejauh 500km (perkiraan jarak yang aman dari pengaruh gempa bumi) dari garis-garis bahaya atau ring of fire tersebut dapat kita temukan wilayah-wilayah seperti dalam peta. Wilayah semenanjung Malaysia, sepenuhnya aman, Sumatera bagian utara yeng terdiri dari bagian Propinsi Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung juga aman. Singapura dan Batam juga aman. Sebagian besar Pulau Kalimantan Tengah ke Barat termasuk Brunei juga aman. Hanya sebagian kecil Pulau Jawa di sekitar Gunung Murialah yang aman. Pulau-pulau kecil di antara tempat-tempat tadi juga aman di Laut Jawa.
Sebaliknya, wilayah Indonesia yang kita kenal selama ini sebagai tempat populasi penduduk terbesar melintas dari Pulau Sumatera bagian Utara, Barat, dan Selatan, sebagian besar Pulau Jawa termasuk Jakarta, Bali, NTT, hingga Ambon dan Sulawesi semua rawan terhadap gempa bumi. Oleh karena itu tidak salah kalau ada gagasan untuk memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan Barat, atau Selatan. Karena disamping relatif berada di tengah (aman dari serangan militer dari luar dan kemudahan geografis), wilayah itu kemungkinan sangat kecil mendapat goyangan gempa besar.

Lalu apakah seluruh penduduk di wilayah-wilayah berbahaya itu perlu dipindahkan? Tentu saja tidak. Gempa adalah fenomena alam yang wajar. Mesin pembunuh yang sebenarnya bukanlah gempa itu sendiri namun bangunan yang digunakan manusia. Kesadaran dan kewaspadaan akan bahaya gempa dengan menerapkan sistem keselamatan dan bangunan yang aman adalah kunci untuk menghindarkan bahaya dan kerugian yang lebih besar baik benda ataupun nyawa.

Rabu, 13 Januari 2010

Haiti Earthquake...no more Killer Quake Please...

3 days after I wrote an Expectation for 2010 shocking news is coming now. Haiti has been stroke by big earthquake 7.3 Richter scale by 10 km depth epicenter. This earthquake seems very powerful and affected hardly to the region since the location of the centre also near to the capital Port-au-Prince. The quake hit at 5 p.m. (2200 GMT), and witnesses reported panic-stricken people running into the streets as offices, hotels, houses and shops collapsed.

The 7.3 magnitude quake - thought to be the most powerful to hit Haiti in more than 200 years. Unsurprisingly, the awareness of the people is assumed very least. From the news, most collapsed buildings are constructed from bricks wall with reinforced framing system. This even worst since this type of buildings are easily collapsed and hit the people inside. Some important buildings are also fallen down including (www.france24.com):

The presidential palace: Following the quake, it was seen in ruins, its domes collapsed on to flattened walls. President Rene Preval and his wife were said to be safe, according to Haiti’s ambassador to Mexico, but no further details were given on their whereabouts.

Hotel Montana: The luxury hotel that attracts tourists and business travellers collapsed; about 100 of its 300 guests have been evacuated.

The headquarters of the UN mission: The United Nations reported that many staff members in Haiti were unaccounted for after the five-storey building collapsed

Meanwhile....another earthquake of 6.2 Richter scale also stroke Manokwari Papua Indonesia, (0.83 S - 133.36 E) by 26 Km depth less than an hour ago. Fortunately, according to the report, no casualty has been found.

Back to the expectation for 2010, hopefuly this catastrophe will be the last earthquake disasster in 2010 (and forward of course....)

MANA YANG LEBIH BAIK: MEMBELI ATAUKAH MEMBANGUN RUMAH? (Which One is Better for Your House; Buying or Building?)

Membeli atau membuat rumah bukanlah pekerjaan yang gampang. Sembarangan membeli anda dapat menyesal di kemudian hari…sebaliknya, sembarang membangun bisa saja menguras isi kantong.

Nah, sekarang kalau pilihannya adalah mana yang lebih baik? Beli atau Buat rumah?
Tentunya ini berkaitan langsung dengan kondisi seseorang yang bersangkutan dilihat dari sisi waktu yang ada, kualitas yang diinginkan, beaya yang tesedia, dansebagainya. Beberapa kelebihan dan kekurangan masing-masing akan di bahas di bawah ini:

MEMBELI
Kelebihan:
- Dapat dengan cepat rumah dapat dimiliki (secara instan)
- Banyak macam dan ragam pilihan harga sesuai dengan dana yang anda miliki
- Urusan legal-administrasi yang diperlukan lebih mudah karena umumnya diselesaikan oleh penjual
- Jika berbentuk perumahan, biasanya lebih cepat untuk dipindah tangankan
- Lingkungan bisanya sudah terbentuk dengan lengkap (perumahan)
Kekurangan:
- Kualitas mutu bangunan dan material susah untuk dapat dipastikan
- Susah mendapatkan rumah yang benar-benar dengan kebutuhan dan keinginan anda walaupun banyak pilihan


Sebuah kawasan pemukiman siap huni

MEMBUAT
Kelebihan:
- Bangunan dapat benar-benar memenuhi kebutuhan dan selera sehingga lebih menjamin kepuasan personal
- Kualitas bangunan dan material dapat diyakinkan dan sesuai dengan kemampuan budget
- Rumah dapat berupa bangunan dengan konsep tumbuh…bertambah setiap ada dana dan keperluan
- Rumah anda dapat memberikan masukan yang baik lingkungannya (arsitektural, lingkungan, ketetanggan, dsb)
Kekurangan:
- Perlu waktu, pikiran dan tenaga yang lebih difokuskan pada rumah
- Jika salah mengurus, kadang justeru memakan lebih banyak beaya
- Perlu berkoordinasi berkonsultasi dengan banyak fihak mulai dari arsitek, pemborong, pengawas, pemerintah setempat, tetangga, dan sebagainya

Rumah dengan konsep 'penjualan butik'

Namun demikian ada juga beberapa pengembang yang menerapkan sistem 'build after transaction'. Dengan cara ini kedua fihak diuntungkan karena pembeli diberi kesempatan untuk menentukan rumahnya, pengembang dapat menyimpan energynya setelah ada pembeli. Tentu saja dengan cara 'butik' ini beberapa pertimbangan harga menjadi lebih.

Nah, jawaban yang paling benar tentu tergantung anda sendiri. Selamat berumah…! Hehe…

SUDAHKAH RUMAH ANDA BERFUNGSI SEBAGAIMANA MESTINYA? (Is Your House Working Properly?)

Rumah adalah di mana sebagian waktu kita habiskan. Pulang ke rumah (go home) adalah kata yang masih terasa manis dan paling dinantikan untuk sebagian besar orang, kecuali jika ada masalah di sana tentunya. Tetapi hunian yang baik tidak akan menimbulkan banyak masalah kan…..? Sesibuk apa aktifitas anda yang anda lakukan, tanpa pulang ke rumah tentu anda tidak akan merasa nyaman. Rumah adalah ibarat charge buat hand phone, untuk mendapatkan kembali energy dan kesegaran baik jiwa ataupun raga anda. Nah, untuk re-charge yan sempurna, anda butuh rumah yang ‘sempurna’ pula.

Lebih dari itu, rumah adalah awal penentu kehidupan. Ketentraman sebuah rumah akan mempengaruhi langsung kondisi kehidupan seseorang selanjutnya. Lingkungan yang aman, nyaman dan damai akan menciptakan manusia-manusia yang lebih berkualitas. Oleh karena itu, rumah sebagai awal kehidupan sudah pasti harus diperhatikan kualitasnya.

Kualitas rumah yang baik tidak harus selalu dibuat dengan beaya yang tinggi. Yang paling utama adalah, rumah harus sesuai dengan penggunanya dan lingkungannya. Kebutuhan dan keinginan, karakter dan latar belakang pengguna, menjadi dasar pertimbangan utama menyesuaikan rumah dengan penghuninya. Sementara kondisi alam menentukan kualitas keamanan dan kenyamanan hunian dari alam dan manusia lain di sekitarnya.


Contoh Penggunaan Ruang Optimal dengan Bahan sederhana (tropic)
Masing-masing keluarga mempunya ukuran yang berbeda-beda terhadap aktifitas dan sifatnya. Rumah yang didiami keluarga A belum tentu cocok dengan keluarga B walaupun sama dalam jumlah anggota keluarganya, atau pekerjaan yang sama sekalipun. Apalagi berbeda!

Aman harus dilihat dari bagaimana rumah melindungi dari ancaman bahaya alam seperti gempa bumi, banjir, angin rebut dan sebagainya, atau ancaman mahluk hidup lain dari hewan buas, serangga dan sesama manusia tentunya. Oleh karena itu ketepatan desain dalam hal hal penggunaan struktur, konstruksi dan material sangat penting memperhatikan aspek-aspek tersebut. Rumah di daerah gempa, sebagai contoh harus kuat menahan goncangan dan dibuat seringan mungkin. Sementara rumah di daerah banjir justeru harus dibuat berat dan setinggi mungkin agar tidak hanyut. Rumah di perkotaan harus dibuat seaman mungkin dari ancaman sesame manusia sementara di pedesaan harus aman dari binatang dan serangga.

Untuk mencapai tingkat kenyamanan, tingkat gangguan udara, cahaya, dan suara harus diperhatikan. Rumah yang berada di deaerah pegunungan tentu berbeda dengan di daerah pantai dan perkotaan. Aliran udara dan kelembaban, silau cahaya matahari, suara kebisingan ataupun bebauan adalah penentu utama tingkat kenyamanan hunian. Pengaturan dan penyesuaian desain rumah tentu akan berbeda pada tiap kondisi yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan desain yang berbeda pula.

Silahkan tunggu artikel-artikel tentang kenyaman selanjutnya...

Senin, 11 Januari 2010

The Beautiful Cyprus

I don’t know why I have to be in Cyprus again. After spending 2 years in the island for 2005-2006 period, last 2008 I come back to the island to continuing my education there. Only one word may be is the only reason; ‘beautiful’. It is not only the nature but also the people.

Of course the Cypriot girl is beautiful! But I’m not talking about the girls only. I am a non single man who has no any objection about that matter. What I mean is that the people are really friendly. I like all my professors and friends there. They are my real second family while I am abroad. Many times we were spend time not only for study and work, but also for fun, enjoying the life! It is very helpful for me as the foreigner without feeling being to be a stranger.

The nature of Cyprus is definitely Mediterranean with short winter and long summer. Spring time is my favorite times. The island is really turned in so colorful heaven when February comes. Many flowers and fruits can be easily being found, especially in the villages and markets of course. Oranges and grapes are the best in Cyprus. The location of the island is also very strategic point connecting Asia, Europe, and Africa. No wonder since ancient time, this very tiny island (if we compare to Java or Sumatera in Indonesia) had been objected for many struggles of many nations, count for Venetian, Lusignan, Roman, Ottoman, Arabic, British, Greek, and Turkish.

Cyprus in the spring

Fullmoon in Cyprus Apartment

Morning in the great mosque

Me and my ex girl friend

Me with My Prof. Erdal and Prof. Nurten Family

Me with My Prof. Ibrahim and friends

Me and My Prof. Ibrahim in his home

AMANKAH HUNIAN PASCA GEMPA BUMI DENGAN BETON BERTULANG? (Is Reinforced Concrete Structure Safe for Post Earthquake Housing?)

Untuk kasus di Yogyakarta, sampai saat ini belum ada yang berani berpendapat bahwa seratus persen bangunan akan aman dari kemungkinan ancaman gempa yang sama dengan gempa 27 Mei 2006 lalu. Namun paling tidak, sebagian besar fihak-fihak berkompeten telah yakin bahwa bangunan rekonstruksi ataupun bangunan baru pasca gempa 2006 lebih baik kualitasnya. Hal ini tentu tidak dapat diingkari karena pada kenyataannya bangunan-bangunan tersebut telah dibuat dengan menggunakan konstruksi yang lebih up to date.

Permasalahannya adalah dengan tingginya keyakinan berbagai fihak termasuk penghuni,seharusnya tidak mengurangi tingkat kewaspadaan terhadap kemungkinan bahaya yang sama di masa depan. Mengingat lokasi Pulau Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya sangat mungkin untuk mendapat serangan gempa sewaktu-waktu yang menurut beberapa sumber hingga 3000-5000 kali terjadi gempa setiap tahunnya di Indonesia baik terasa ataupun tidak.

Tulangan rangka beton pada sloof dan kolom

Dapat dikatakan, dari sisi masyarakat pengguna rumah, penggunaan material beton bertulang telah ditangkap sebagai sebuah jaminan akan keamanan mereka dari bahaya gempa. Hal ini dapat difahami mengingat sebelumnya sebagian besar rumah yang runtuh hanya menggunakan pasangan bata (masonry) tanpa rangka beton bertulang. Opsi yang lain dengan rumah baja ataupun kayu dianggap terlalu mahal, atau juga terlalu rendah (konstruksi bambu). Apalagi jika mereka juga menyaksikan betapa bagus campuran beton dan besar diameter tulangan yang mereka gunakan. Jaminan keselamatan sepertinya dianggap taken for granted, dengan sendirinya akan mereka dapatkan.

Rumah dengan rangka beton bertulang

Sayangnya, factor keamanan sebuah bangunan dari gempa tidak cukup dilihat dari sisi penggunaan material ‘yang kuat’ saja. Mulai dari lokasi, disain bangunan, disain system struktur, ketepatan konstruksi, proses konstruksi, ketepatan penggunaan jenis material, hingga penggunaan bangunan semuanya akan sangat mempengaruhi tingkat keamanan bangunan dan penggunanya.

Kuda-kuda beton bertulang yang populer

Faktor Lokasi
Faktor lokasi secara umum tidak akan dapat diselesaikan kecuali dengan berpindah tempat dari zona bahaya ke daerah yang relative lebih aman. Transmigrasi massal atau bedol kampung adalah solusi yang tidak mudah untuk diterapkan, walau ini juga telah dilakukan Pemerintah Daerah Bantul misalnya dengan mengirimkan kurang lebih 400 KK tahun 2009 lalu. Akan tetapi mengingat masih terlalu padatnya populasi penduduk dearah sekitar, solusi lain tentu sangat diperlukan. Salah satu pemikiran yang juga patut dihargai adalah dengan usulan memperkecil dampak goncangan dengan menambahkan media buffer atau peredam seperti dasar pasir pada seluruh bangunan.

Disain Bangunan
Disain bangunan yang aman terhadap gempa adalah bentuk yang sederhana. Untuk rumah-rumah rekonstruksi atau rumah baru pasca gempa, bentuk bangunan memang sederhana. Hal ini baru bermasalah ketika proses penambahan bangunan dilakukan penghuni seiring dengan pertambahan kebutuhan mereka. Bangunan yang semula sederhana menjadi kompleks baik dari sisi bentuk ataupun layout (denah). Biarpun telah menggunakan material beton bertulang dengan tulangan sebesar “linggis” pun, bentuk bangunan rumit akan tetap rentan terhadap goncangan gempa. Belum lagi jika dilihat kualitas ‘sambungan’ antara bangunan lama dan baru.

Sistem Struktur
Sistem struktur yang benar tentu harus sesuai dengan sifat material yang digunakan. Struktur kayu prinsipnya fleksibel, kebalikan dengan system struktur beton bertulang yang harus kaku. Menggunakan material baru beton bertulang dengan anggapan atau cara yang lama (terhadap kayu) seharusnya tidak dilakukan. Sayangnya masyarakat terbukti banyak melakukan ini misalnya dengan mengganti kuda-kuda kayu dengan kuda-kuda beton persis dengan cara yang sama, padahal kedua sifat material tersebut berbeda. Kuda-kuda kayu seharusnya bebas bergerak dengan tumpuan fleksibel (roll dan sendi) sedangkan beton bertulang harus kaku, berhubungan mati dengan kolomnya. Atau juga dengan membentuk rangka beton yang seolah-olah dianggap kayu dengan bentuk kuda-kuda. Kasus tersebut justeru akan sangat berbahaya bagi penghuni karena rangka beton sangat berat dan mudah jatuh, jika dipasang dengan cara yang tidak benar.

Konstruksi
Ketepatan konstruksi juga menjadi faktor penting bagi keselamatan pengguna bangunan. Banyak kasus bangunan rumah beton betulang di Bantul yang tetap saja memakan korban karena lemahnya dinding terhadap kolom misalnya. Dinding bata yang berat akan mudah runtuh jika tidak dipasang dengan angkur yang cukup, atau dinding terlalu lebar (kolom praktis jarang).

Pelaksanaan
Proses konstruksi di lapangan juga dapat mempengaruhi keamanan bangunan walapun secara kasat mata bangunan menggunakan material yang bagus. Mulai dari proses pencampuran bahan hingga cara pemasangan akan sangat penting diperhatikan. Meskipun dengan campuran semen yang banyak, akan tetapi jika cara mengaduknya tidak rata, atau kurang air misalnya, beton akan lebih getas. Demikian pula dengan sambungan beton bertulang tanpa overlap dan tekukan tentu akan sangat rentan lepas. Jika semua aspek memenuhi tapi pelaksanaan di lapangan tidak diperhatikan, bangunan tetap dalam bahaya.

Pemilihan Material
Ketepatan material juga secara langsung mempengaruhi keselamatan bangunan dan penghuninya. Kembali ke salah satu kasus di atas misalnya, kuda-kuda kayu yang ringan tentu lebih diutamakan ketimbang kuda-kuda beton yang berat, walaupun secara awam menganggap ‘beton lebih kuat dari kayu’. Sebab jika terjadi goncangan, bagaimnapun benda yang berat berpotensi jatuh lebih besar mengikuti hukum Newton kedua F=MA. Apalagi jika desain struktur dan konstruksinya kurang benar.

Penggunaan Bangunan
Begitu juga dengan penggunaan bangunan. Penataan furniture walaupun tidak terlalu significant membebani struktur (seperti lampu gantung yang berat atau rak buku di dinding) akan tetap mempengaruhi kondisi saat gempa. Mungkin saja bangunan tetap berdiri namun lampu atau rak tersebut dapat jatuh menimpa penghuni. Demikian juga dengan penempatan lemari berat yang dapat ambruk sehingga menghambat penghuni. Semua ini akan mempengaruhi tingkat keamanan sebuah bangunan.

Kesimpulan
Banyak hal yang mesti diperhatikan untuk menjamin keselamatan bangunan dan penghuninya jika terjadi gempa. Anggapan-anggapan yang masih kurang benar terutama dengan penggunaan material dan system struktur masih perlu ditinjau lagi. Study lebih lanjut masih diperlukan untuk meyakinkan tingkat keamanan bangunan dan penghuninya terhadap gempa.
Bagaimana pendapat anda??? Salam….

Minggu, 10 Januari 2010

ME-REKA ULANG CANDI DI UII (Reconstruction for Ancient Temple in UII)

Walaupun proses ekskavasi situs Kimpulan candi kuno di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sampai tulisan ini dibuat belum selesai, beberapa dugaan awal telah dapat dikemukakan berkaitan dengan bentuk candi. Menurut hasil penggalian, yang jelas, candi ini mempunyai bentukan yang unik yang berbeda dari candi-candi yang lain di Jawa. Keunikan tersebut adalah dengan bentuk yang lebih sederhana ‘minimalis’ walaupun dengan teknik pengerjaan yang sangat halus. Candi minimalis ini diduga mempunyai faktor kesejarahan tersendiri ketika masa dibangunnya. Keunikan yang lain adalah dengan diduganya penggunaan bahan kayu yang sebelumnya dainggap tidak pernah digunakan untuk candi di Jawa.



Eskavasi Candi di UII (candiuii.blogspot.com)

Menurut penulis, yang bukan arkeolog ini, bentuk candi di UII ini mirip dengan bentuk bale kulkul di Bali. Bentuk platform yang ditinggikan berbentuk bujursangkar (atau persegi?) dengan tangga yang diduga dari kayu adalah cirikhas bale kulkul. Atap tajug dengan kolom kayu juga dapat diterapkan pada candi di UII ini. Walau penulis belum sempat mendatangi langsung situs candi ini, paling tidak dapat dilakukan pendugaan menurut bukti-bukti yang ada, yaitu bentuk fisik candi dan bekas umpak yang terdapat di dalam pagar lankan candi.

Rekonstruksi candi di UII

Mata Rantai Candi Jawa dan Bali

Dengan bentuk demikian, kelihatannya dapat diasumsikan bahwa candi ini mempunyai peran besar dalam mengungkapkan mata rantai yang terputus candi-candi Hindu Jawa dengan candi-candi Hindu Bali. Kita mengetahui bahwa terdapat perbedaan yang besar bentuk maupun material candi Hindu di kedua wilayah tersebut walaupun berasal dari masyarakat yang sama, Hindu Mataram. Kesimpulan penulis sementara adalah bahwa candi di UII ini dibangun pada masa-masa akhir Mataram Hindu sebelum terjadi perpindahan masayarakat hindu dari Jawa ke Bali.

Rekonstruksi candi UII dan Bale Kulkul Rambut Siwi (warungnet.de)
Andai Tim BP3 telah selesai dengan penggaliannya, menemukan prasasti, atau melalui proses carbon dating, mungkin dapat dibuktikan tulisan ini benar atau tidak. Wallahualam…..
Lalu bagaimana dengan mulai digunakannya material kayu? Apakah ada kaitannya dengan gempa atau Gunung Merapi??
Bagaimana menurut anda???

MENGAPA RUMAH JAWA MUDAH RUNTUH PADA GEMPA 2006? (Why Javanese Houses were Easily Collapsed on the 2006 Earthquake?)

Pengantar:
Tulisan ini adalah permulaan dari study saya, mengapa begitu mudahnya rumah Jawa runtuh pada gempa 2006 sehingga memakan banyak korban?
Dugaan:
Beberapa alasan di bawah ini menjadi dugaan saya untuk melakukan study ini yang masih perlu dibuktikan dengan metode ilmiah. Ada dua hal faktor utama penyebab ‘gagalnya’ rumah Jawa yaitu dari gempa dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan rumah itu sendiri sebagai factor internal yang akan banyak dipengaruhi beberapa hal:

1. Gempa 27 Mei 2006 terjadi dengan pusat yang sangat dekat dengan pemukiman
Walaupun gempa tersebut ‘hanyalah’ dengan kekuatan magnitude 5.9 (BMG) atau 6.2 (USGS), namun pusat gempa berada dekat dengan pemukiman penduduk dan berada relative dangkal dengan kedalaman 10km. Dengan dekatnya sumber gempa terhadap obyek akan lebih besar intensitas yang ditimulkannya sebesar VIII-IX MMI (Modified Merchali Intensity). Suatu ukuran yang diterapkan pada akibat yang ditimbulkan pada daerah pengaruh gempa, bukan pada pusatnya seperti Sekala Ritcher.

2. Kondisi geology kawasan yang mendukung penyebaran energy gempa dengan mudah.
Bantul dan Klaten terletak di daerah yang relative subur dibandingkan dengan Gunung Kidul. Jika kita tarik garis dari Bantul ke Klaten, daerah ini sebenarnya berada di atas patahan Opak yang secara otomatis berada di daerah dengan kondisi tanah yeng gembur. Sayangnya kondisi ini menghasilkan tanah relative lebih subur jika dibanding dengan Gunung Kidul yang tanahnya terdiri dari lapisan bebatuan kapur (karts). Sehingga tidak heran jika banyak pemukiman padat di atasnya. Jika terjadi gempa, bangunan-bangunan di daerah ini akan lebih mudah mendapat pengaruh yang lebih besar. Oleh sebab itulah di daerah Klaten dan Bantul terdapat bangunan runtuh yang lebih banyak disbanding daerah lain.

3. Rumah-rumah orang Jawa terdiri dari rumah yang sudah tidak sesuai dengan kondisi alam
Rumah orang Jawa selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Sayangnya perubahan itu lebih banyak dipengaruhi oleh factor eksternal seperti perubahan pandangan hidup dan kondisi ekonomi. Secara tradisional, rumah orang Jawa merupakan rumah kayu (gebyok) yang terdiri dari beberapa jenis seperti Joglo, Limasan, atau Kampung. Jaman silih berganti, perubahan pada material dilakukan seperti mengganti gebyok atau gedek dengan dinding batu bata. Mengganti kolom kayu dengan beton bertulang dan sebagainya. Perubahan ini akan secara langsung mempengaruhi kinerja rumah terhadap kondisi alam seperti gempa.

4. Gempa sudah lama tidak terjadi sebelum 2006.
Jika gempa terjadi secara periodic, menurut teori geology tidak akan menghasilkan gempa yang berukuran besar. Sayangnya sebelum 2006, hamper tidak pernah terjadi sejak tahun 1943. Rentang waktu 60-an tahun itu sudah cukup untuk mengumpulkan energy potensial yang cukup untuk menghasilkan gempa besar.
Dari sisi manusianya, gempa yang telah lama tidak terjadi telah menurunkan tingkat kewaspadaan mereka terhadap kesalamatan bangunan yang mereka huni. Bukan hanya karena alasan ekonomi saja, penerapan konstruksi yang tidak benar juga karena ketidak sadaran masyarakat terhadap bahaya potensi ancaman gempa.

So, dengan alasan –alasan itulah rumah orang Jawa mudah hancur diterjang gempa 2006. Ada pendapat lain???

RUMAH YANG PALING TAHAN GEMPA (The Most Earthquake Resistant Houses)


Setelah gempa menyerang, biasanya pemerintah mengganti rumah-rumah yang hancur dengan rumah tahan gempa. Namun, sesungguhnya kebanyakan rumah hasil rekonstruksi bukanlah rumah tahan gempa yang sebenarnya. Rumah-rumah tersebut hanyalah rumah yang “diperkirakan” akan lebih mampu menyelematkan penghuni dari bahaya fatal tertimpa bagian bangunan gempa. Konsep rumah tahan gempa selama ini adalah rumah yang mampu bertahan dari goyangan gempa beberapa lama setelah gempa terjadi namun bukan untuk tetap berdiri dari goyangan gempa. Tujuan utama adalah penghuni mempunyai waktu untuk menyelamatkan diri. Rumah boleh ambruk, namun harus punya jeda waktu. Tidak langsung ambruk.

Apakah ada rumah tahan gempa yang sebenarnya? Jawabnya YA.

Bangunan ini mirip dengan bangunan non permanent. Prinsip utama bangunan yang benar-benar tahan gempa adalah harus tidak berkaitan langsung dengan sumber goncangan yaitu bumi. Yang kedua adalah harus seringan mungkin.
Ruman-rumah tersebut adalah:

Rumah Balon Udara
Tujuan rumah balon adalah membuat rumah melayang di angkasa. Berapapun kuat gempa tak akan mempengaruhi rumah ini. Ini adalah rumah anti gempa yang paling ideal!!!

rumah balon (www.shannonfamily.ne )


Ruman Rakit
Rumah rakit, sama halnya dengan rumah balon, mengindarkan sentuhan langsung dengan bumi namun media yang dipakai adalah air. Asalkan tidak diikuti dengan tsunami, rumah ini sangat aman terhadap goncangan gempa.

rumah rakit (www.skatedc.org )

Rumah Pohon
Rumah pohon juga bertujuan mengangkat rumah dari bumi. Pohon-pohon jarang tumbang jika terjadi gempa, kecuali gempa diikuti tanah lonsor atau gempa sangat kuat sekali. Kekuatan pohon sangat berpengaruh dalam hal ini.

rumah pohon (caoscontrol.wordpress )

Rumah Bergerak
Rumah mobil atau caravan adalah pilihan lain untuk meminimalisasikan pengaruh goncangan gempa. Roda akan membuat rumah mudah bergerak jika terjadi gempa, dengan demikian rumah tidak akan hancur.

rumah karavan (www.beauly-caravan.co.uk/ )

Rumah Ringan
Rumah ringan juga akan mampu bertahan terhadap goncangan gempa. Rumus F=MA akan berpengaruh langsung terhadap rumah-rumah ringan.


rumah ringan (www.productlauncher.com )
so, bagaimana dengan rumah anda? sudah tahan gempakah???

Sabtu, 09 Januari 2010

Earthquake, Traditional Javanese House, and Newton Law

Even though Java Island is located in near Sunda Trench, the meeting continental boundaries of Australian and Eurasian plates, earthquakes were very rarely before the year of 2006. Several quakes may happen in the ancient time without a significant number of casualties. It can be understood that the population density was lower and most of buildings were constructed from wood. This assumption is based on the fact that big fatalities in 2006 Java earthquake was caused by collapsed houses which are constructed by weak masonry.

Earthquake history in Java Island:

1867 : 372 houses collapsed, 5 fatalities
1943 : 2.800 houses collapsed, 213 fatalities, 2.096 injured
1981 : no casualties 2006 May 27 Central Java: 5.9 (BMG) 6.2 (USGS) 6.234 fatalities, > 50.000 injured, >70.000 houses collapsed
2006 Jul 17 West-Central Java: 7.7 (USGS) 500 fatalities, 9299 injured, 68 houses damaged
2009 Sept 2 West Java: 7.4 (BMG) 7.0 (USGS) 57 fatalities and 300 injured , >10.000 houses damaged
2009 Nov 13 Central Java: 5.4 (USGS) No casualties

When we look back to ancient traditional Javanese houses, wooden based structures are mostly used for houses where stone and brick construction were for temples. Lateral forces from earthquake were easily dissipated by light wooden building since wooden post and beam has flexible adaptability to deal with the forces while heavy (masses) building will be affected more. The simplest form of the equation which expresses the Second Law of Motion is:

F = MA

Beside masses, acceleration has this important influence on damage, because, as an object in movement, the building obeys Newton' Second Law of Dynamics.

This states the Force acting on the building is equal to the Mass of the building times the Acceleration. So, as the acceleration of the ground, and in turn, of the building, increase, so does the force which affects the building, since the mass of the building doesn't change.

The greater the force affecting a building, the more damage it will suffer; decreasing F is an important goal of earthquake resistant design. When designing a new building, for example, it is desirable to make it as light as possible, which means, of course, that M, and in turn, F will be lessened. Various techniques are now also available for reducing A.

HARAPAN UNTUK 2010 (Expectation for 2010)

Menengok ke 20 tahun terakhir, catatan sejarah bumi ini sepertinya semakin menghawatirkan saja. Bukan bermaksud menakut-nakuti....tapi sejak 1990 selalu ada saja bencana gempa bumi di tiap tahunnya yang memakan banyak korban. Menurut data USGS, gempa-gempa besar tidak pernah absent semenjak 1990 - 2009 silam. Tercatat 20 gempa besar meluluh lantakkan 20 tempat di muka bumi yang 5 di antaranya terjadi di Indonesia.

Coba cek link ini:
http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eqarchives/year/byyear.php

Fakta ini tentunya membuat miris kita sebagai bangsa Indonesia. Selain diberkati dengan segala sumber daya alam yang melimpah, di bumi nusantara ini ancaman gempa juga tidak kalah banyaknya. Kabar buruknya, frekwensi kejadian gempa itu semakin sering di tahun-tahun terakhir ini.

Semoga di tahun 2010 tidak terjadi lagi gempa-gempa yang menelan banyak korban baik benda ataupun nyawa. Sebagai konsekuensi alam, tentunya gempa boleh saja terjadi, tapi kita juga berharap agar gempa itu tidak akan sampai menghasilkan banyak kerugian. Menurut ilmu geologi, kabar baiknya, justeru semakin sering terjadi gempa, akan semakin baik karena energi yang dilepaskannya akan semakin kecil.




Earthquake Density Map (USGS)

Dan...semoga bencana senantiasa dijauhkan dari kita....."2010 tanpa bencana"

2010

Tahun baru, semua baru (mestinya). Blog ini juga dibuat ditahun baru 2010 yang mestinya dengan semangat baru. Kepingin seperti yang lain, punya blog dan bisa mencurahkan uneg-uneg biar tidak tetep di dalam kepala...biar gak stress...biar enteng ini kepala...hehe.

Saking banyaknya isi kepala yang mau ditulis....jadi bingung apa dulu yang mau dikatakan. Tapi paling tidak, sudah nyicil ayem, berhasil melakukan sign-up ke blogger...:)

Kembali ke tahun baru. 2010, adalah tahun dengan deretan bilangan yang cukup bagus menurut saya; 20 dan 10. Kalau dijumlah jadi 30. Semua angka awal ada, 0, 1, 2 dan 3. Seperti aba-aba saja...sehingga menurutku, ini tahun paling tepat untuk dijadikan awal untuk memulai melakukan sesuatu, paling tidak seperti saya membuka blog...Semoga saja, yang ini nasibnya tidak seperti blog-blogku yang dulu...tidak terurus...typical orang Indonesia banget...suka buat...males melihara...hehe....

The last evening of 2009 in Beautiful Cyprus