Senin, 15 November 2010

BANGUNAN PERLINDUNGAN UNTUK LERENG MERAPI?

Letusan besar Gunung Merapi 5 Nopember 2010 lalu telah banyak menelan korban jiwa yang pada umumnya diakibatkan oleh awan panas “wedhus gembel”. Rumah-rumah penduduk tidak mampu lagi dijadikan sebagai tempat berlindung dan sebagian besar hancur karena hembusan awan panas yang konon mencapai kecepatan hingga 300km/jam. Disamping kecepatan tinggi, awan panas juga dapat bertemperatur sekitar 600 derajat celcius. Selain itu, ancaman timbunan material panas juga sering menimpa rumah-rumah yang dekat dengan puncak Merapi.

Cara yang dianggap paling tepat hingga kini untuk selamat dari amukan awan panas ini adalah tentu dengan menghindarinya. Tidak akan ada satupun mahluk hidup yang sanggup bertahan di suhu yang sangat tinggi tersebut bahkan untuk jangka waktu pendek. Ketika erupsi tahun 2006 lalu, bahkan bunker yang dibuat khusus untuk perlindungan terhadap bahaya Merapipun tetap memakan dua relawan yang terjebak atau “berlindung” di dalamnya. Jadi secara teori perlindungan bangunan terhadap awan panas dan longsoran material memang sulit dilakukan.

Namun demikian, bukan berarti tidak ada yang dapat dilakukan berkaitan dengan perlindungan di sekitar bahaya gunung berapi ini. Mengungsi adalah pilihan pertama yang harus dilakukan, akan tetapi bagi mereka yang tidak sempat harus mencari perlindungan agar dapat bertahan. Dan perlindungan tersebut tentu bangunan.

Terdapat tiga aspek utama yang akan dipertimbangkan untuk mendisain bangunan perlindungan penduduk disekitar Merapi yaitu, hembusan angin yang kuat, temperature tinggi, dan beban material volcanic. Untuk menghindari ketiga hal tersebut, strategi yang paling sederhana, namun tidak mudah dilakukan, adalah dengan membuat semacam lubang perlindungan “bunker” di bawah tanah. Bunker relative aman untuk serangan awan panas yang terjadi dalam waktu singkat. Kasus bunker tahun 2006 yang memakan korban jiwa adalah karena bungker tersebut secara langsung ditimbun material yang sangat panas dalam jangka waktu yang lama, sehingga ruangan akan berubah menjadi ‘oven’ bagi korban di dalamnya.

Alternatif kedua adalah dengan membangun bangunan yang kuat menahan angin, suhu dan beban berat tersebut. Dalam hal ini konstruksi beton bertulang sepenuhnya dari dinding hingga atap paling tepat. Material beton bertulang selain akan mampu menerima beban material di atasnya, hembusan angin dan suhu tinggi akan dapat diantisipasi dengan baik. Dalam hal kemampuan menahan radiasi atau konveksi panas, beton lebih baik ketimbang bahan bangunan lain karena therma lag yang tinggi. Kayu dan metal tidak direkomendasikan mengingat material tersebut mudah menghantarkan panas dan tidak tahan suhu tinggi.

Bangunan perlindungan tersebut dibutuhkan untuk setiap kelompok masyarakat atau warga, atau bahkan pada setiap rumah penduduk jika mungkin. Alternatif pertama dan kedua di atas tentu akan mahal dan tidak ekonomis, namun demikian bukan berarti tidak dapat dilaksanakan. Sumber daya pasir yang berlimpah adalah salah satu keuntungan yang telah disediakan oleh alam Merapi. Alam sepertinya memberikan solusinya sendiri, pasir Merapi yang berlimpah dan terkenal baik mutunya tersebut adalah sebagai salah satu jawaban material apa yang paling tepat digunakan di wilayah tersebut. Disamping itu konstruksi beton bertulang bukanlah barang baru buat masyarakat sekitar Merapi. Lagipula, harga sebuah keselamatan akan lebih dari segalanya.

Lalu bagaimana dengan rumah-rumah penduduk? Kita bahas nanti…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar