Minggu, 10 Januari 2010

MENGAPA RUMAH JAWA MUDAH RUNTUH PADA GEMPA 2006? (Why Javanese Houses were Easily Collapsed on the 2006 Earthquake?)

Pengantar:
Tulisan ini adalah permulaan dari study saya, mengapa begitu mudahnya rumah Jawa runtuh pada gempa 2006 sehingga memakan banyak korban?
Dugaan:
Beberapa alasan di bawah ini menjadi dugaan saya untuk melakukan study ini yang masih perlu dibuktikan dengan metode ilmiah. Ada dua hal faktor utama penyebab ‘gagalnya’ rumah Jawa yaitu dari gempa dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan rumah itu sendiri sebagai factor internal yang akan banyak dipengaruhi beberapa hal:

1. Gempa 27 Mei 2006 terjadi dengan pusat yang sangat dekat dengan pemukiman
Walaupun gempa tersebut ‘hanyalah’ dengan kekuatan magnitude 5.9 (BMG) atau 6.2 (USGS), namun pusat gempa berada dekat dengan pemukiman penduduk dan berada relative dangkal dengan kedalaman 10km. Dengan dekatnya sumber gempa terhadap obyek akan lebih besar intensitas yang ditimulkannya sebesar VIII-IX MMI (Modified Merchali Intensity). Suatu ukuran yang diterapkan pada akibat yang ditimbulkan pada daerah pengaruh gempa, bukan pada pusatnya seperti Sekala Ritcher.

2. Kondisi geology kawasan yang mendukung penyebaran energy gempa dengan mudah.
Bantul dan Klaten terletak di daerah yang relative subur dibandingkan dengan Gunung Kidul. Jika kita tarik garis dari Bantul ke Klaten, daerah ini sebenarnya berada di atas patahan Opak yang secara otomatis berada di daerah dengan kondisi tanah yeng gembur. Sayangnya kondisi ini menghasilkan tanah relative lebih subur jika dibanding dengan Gunung Kidul yang tanahnya terdiri dari lapisan bebatuan kapur (karts). Sehingga tidak heran jika banyak pemukiman padat di atasnya. Jika terjadi gempa, bangunan-bangunan di daerah ini akan lebih mudah mendapat pengaruh yang lebih besar. Oleh sebab itulah di daerah Klaten dan Bantul terdapat bangunan runtuh yang lebih banyak disbanding daerah lain.

3. Rumah-rumah orang Jawa terdiri dari rumah yang sudah tidak sesuai dengan kondisi alam
Rumah orang Jawa selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Sayangnya perubahan itu lebih banyak dipengaruhi oleh factor eksternal seperti perubahan pandangan hidup dan kondisi ekonomi. Secara tradisional, rumah orang Jawa merupakan rumah kayu (gebyok) yang terdiri dari beberapa jenis seperti Joglo, Limasan, atau Kampung. Jaman silih berganti, perubahan pada material dilakukan seperti mengganti gebyok atau gedek dengan dinding batu bata. Mengganti kolom kayu dengan beton bertulang dan sebagainya. Perubahan ini akan secara langsung mempengaruhi kinerja rumah terhadap kondisi alam seperti gempa.

4. Gempa sudah lama tidak terjadi sebelum 2006.
Jika gempa terjadi secara periodic, menurut teori geology tidak akan menghasilkan gempa yang berukuran besar. Sayangnya sebelum 2006, hamper tidak pernah terjadi sejak tahun 1943. Rentang waktu 60-an tahun itu sudah cukup untuk mengumpulkan energy potensial yang cukup untuk menghasilkan gempa besar.
Dari sisi manusianya, gempa yang telah lama tidak terjadi telah menurunkan tingkat kewaspadaan mereka terhadap kesalamatan bangunan yang mereka huni. Bukan hanya karena alasan ekonomi saja, penerapan konstruksi yang tidak benar juga karena ketidak sadaran masyarakat terhadap bahaya potensi ancaman gempa.

So, dengan alasan –alasan itulah rumah orang Jawa mudah hancur diterjang gempa 2006. Ada pendapat lain???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar